Kuburaya – Javanewsonline.co.id | Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Madrasah Ibtidaiyah Hidayatussiyan yang terletak di Parit Kapitan Desa Sui Ambangah Kec Sui Raya Kab Kubu Raya Kalimantan Barat, termasuk salah satu Katagori Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) tertua di Kalimantan Barat.
Menurut catatan yang ada, Madrasah tersebut didirikan oleh KH Abd Hakim Hs, KH Abdussamad Hs, KH Fauzi Hs pada tahun 1966. Mereka adalah tiga bersaudara yang berasal dari Pulau Jawa dan sengaja datang ke Kalimantan Barat untuk berdakwah dan mensyi’arkan agama Islam pada tahun 1960.
Sebelumnya ia pernah berda’wah didaerah Singkawang Sanggau dan melanjutkan da’wahnya kedaerah Pontianak yang letaknya di Desa Madusari. Kemudian ia hijrah untuk melanjutkan da’wahnya ke Desa Sui Ambangah tepatnya di Parit Kapitan.
Awal mula masuk ke Sui Ambangah, saat itu tidak ada satupun Madrasah disitu, akses jalannya pun masih jalan setapak dan menyusuri hutan belantara, hingga ia berinisiatif bersama warga setempat untuk mendirikan Madrasah sebagai tempat belajar anak-anak.
Satu-satunya Madrasah yang dibangun yaitu Madrasah Hidayatussibyan, hingga sekarang bangunan tersebut masih ada, walaupun kondisinya sangat memprihatinkan. Bangunan tersebut juga terlihat rapuh dan sudah tua, sehingga tak layak lagi untuk digunakan, karena saking lamanya.
Saat itu warga bersemangat untuk membangun Madrasah, walau hanya memakai cara yang sangat sederhana dengan menggunakan bahan kayu bulat tanpa dinding dan berlantai tanah. Setelah selesai pembangunan Madrasah, banyak anak-anak yang menuntut ilmu disitu, begitupun orang dewasa ikut juga belajar ilmu agama.
Selain itu, sistim yang diajarkan kepada anak didik sama seperti Madrasah Diniyah pada umumnya. Selang beberapa tahun kemudian, atas hasil musyawarah bersama warga dan wali murid, ia berinisiatif membangun gedung baru yang layak untuk ditempati.
Dibantu wali murid bersama warga, pembangunan gedung Madrasah berukuran 8x20M akhirnya berdiri kokoh dengan cara gotong royong. Pada tahun 1979 ia mencoba mengajukan ijin operasional ke Departemen Agama Kab Pontianak, tiga bulan kemudian ijin operasional tersebut resmi disahkan dan terdaftar dipemerintahan.
Sejak terdaftar pada tahun 1981 hingga sekarang, gedung tersebut tidak ada perubahan dan kondisinya sangat memprihatinkan, apalagi pada jaman yang serba modern seperti saat ini. Selaku pengurus Lembaga Pendidikan Islam Madrasah Hidayatussibyan, ia berusaha memajukan Madrasah ini bukan hanya dari segi pembangunannya saja, tapi dari segi sistim pendidikan yang bermoral dan bermutu.
Secara tidak langsung, ia bersama masyarakat telah membantu pemerintah mencerdaskan generasi muda penerus bangsa dan menjunjung tinggi serta menanamkan budi pekerti, agar kelak mereka menjadi manusia yang berguna dan menjadi penerus generasi bangsa dimasa mendatang.
Apa lagi Madrasah Hidayatussibyan yang dikelolanya sudah terdaftar di Departemen Agama, selaku pengurus ia optimis, kedepan Madrasah Hidayatussibyan ini bisa lebih maju dan berkembang.
“Mohon doanya, karena awal mula masyarakat tahu tentang Pendidikan Agama Islam yang ada di Desa Sui Ambangah, rata-rata pernah belajar di Madrasah Hidayatussibyan ini. Maka dari itu, menurut kami ada nilai sejarah yang tidak bisa terlupakan, apalagi tentang pendidikan yang begitu sulit dikala itu,” ungkapnya.
Menurut keterangan para sesepuh, banyak sekali para Penda’wah dan Ulama besar dari Pulau Jawa yang berkunjung dan bersilaturrahim ke Desa Sui Ambangah ini, khususnya ke Kampung Kapitan, mereka datang dari Pulau Jawa untuk berda’wah sekaligus bersilaturahim ke abah.
Pendiri Pondok Pesantren Darulluhgwah Wadda’wah, Habib Hasan Baharun Bangil Jatim, sempat bermalam disini, karena akrab dengan abah dan banyak juga para Ulama dari Pulau Jawa yang berkunjung tanpa fasilitas yang memadai dan sulitnya transportasi dikala itu, tetapi mereka masih mau bersilaturrahim. “Hal itu menjadi contoh bagi kami, karena semangat perjuangannya tidak pudar ditelan waktu,” ucapnya.
Muhtar adalah salah satu Alumni pertama di Madrasah Hidayatussibyan, ia menuturkan kepada awak media, bahwa pada saat itu sulit sekali mencari ilmu, apalagi sekolah tinggi, dengan keadaan terbatas dan fasilitas yang sangat minim.
Jika ingin berangkat belajar ke Madrasah terkadang tak sempat mandi dan makan, karena sejak pagi kerja membantu orang tua Noreh getah, sampai siang pukul 12.00.
“Lucunya lagi, ditangan saya masih berlumur getah karet, pas sampai di Madrasah saya ditanya sama Ustad Abdussamad. Muhtar dari mana kamu, kok tanganmu banyak getahnya ? Saya jawab, iya pak guru, saya bantu orang tua. Kenapa kamu tak mandi ? takut saya pak guru. Takut apa ? Takut ketinggalan pelajaran,” jelasnya, menerawang ke masa lalu.
Kemudian Ustad Abdussamad tertawa mendengar jawaban saya. Selain itu, mirisnya lagi, disaat hujan deras, kaki semua murid diangkat keatas tempat duduk, takut basah kakinya karena disekolah tersebut tidak ada lantai dan langsung menapak ketanah.
Setelah tamat dari Madrasah, ia juga tidak mendapatkan ijazah, karena waktu itu Madrasah tersebut belum terdaftar di pemerintahan. Sekitar tahun 1980 Abah Hakim baru membangun gedung empat lokal bersama wali murid, pengerjaannya juga diadakan secara gotong royong.
“Saya lihat, Madrasah yang baru berdiri sekarang ini sudah megah dan lengkap. Saya berharap, ada dermawan yang peduli membantu pembangunan Madrasah bersejarah tersebut, baik dari pemerintah daerah maupun pemerintah pusat,” harap Muhtar. (Nurjali)