Oleh: Panji Agung Mangkunegoro

Papua – Javanewsonline.co.id |  Angka penularan HIV/AIDS di Papua mengalami lonjakan signifikan, mencapai 51.408 kasus hanya dalam tahun 2023 ini. Ketua Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Papua, Anton Mote, menyoroti bahwa penyebab utama dari peningkatan ini adalah faktor ekonomi.

Menurut Mote, penelitian yang dilakukan oleh KPA menunjukkan bahwa HIV/AIDS cenderung lebih banyak menyerang masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Hal ini terjadi karena kesulitan ekonomi mendorong mereka untuk mengambil risiko yang dapat meningkatkan risiko penularan virus.

“Faktor ekonomi memainkan peran kunci, karena dalam situasi kesulitan ekonomi, masyarakat cenderung melakukan segala cara untuk mendapatkan uang, termasuk terlibat dalam kegiatan seks komersial,” ungkap Mote.

Menurutnya, penyebaran HIV/AIDS di Papua terutama terjadi melalui hubungan seksual yang tidak aman dan sering berganti pasangan tanpa menggunakan pengaman. Kebutuhan mendesak akan uang mendorong perilaku ini, di mana kesadaran akan penggunaan pengaman seringkali terabaikan.

Saat ditanya mengenai daerah dengan tingkat penularan tertinggi, Mote menyebutkan bahwa Kabupaten Nabire di Provinsi Papua Tengah memiliki angka penderita HIV/AIDS yang paling tinggi. Di Provinsi Papua secara keseluruhan, Kota dan Kabupaten Jayapura menjadi fokus perhatian dengan angka tertinggi.

Meskipun langkah-langkah preventif dan penyuluhan telah dilakukan, tantangan ini tetap menjadi prioritas bagi pemerintah dan lembaga terkait. Upaya perbaikan ekonomi dan pendidikan menjadi krusial untuk meredam laju penyebaran HIV/AIDS di Papua.

Ketua KPA Papua: Ironis Jika KPA Dibubarkan Demi Alasan Politis

Dr. Anton Mote, Ketua Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi Papua, menyatakan keprihatinannya atas absennya Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) di Kabupaten Jayapura saat ini.

“Rasanya cukup ironis jika kabupaten ini belum memiliki KPA,” ujar Mote kepada wartawan di GOR Cendrawasih Jayapura baru-baru ini.

Mote mengungkapkan bahwa Kabupaten Jayapura saat ini menempati peringkat kedua tertinggi dalam jumlah penderita HIV/AIDS di Provinsi Papua, setelah Kota Jayapura.

Lebih lanjut, Mote menyebutkan bahwa mayoritas penderita HIV/AIDS di Kabupaten Jayapura berusia dalam rentang usia produktif.

“Penderita terbanyak berada dalam kelompok usia produktif, terutama orang asli Papua. Semoga Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura dapat bekerja 24 jam penuh untuk mengatasi semua aspek kesehatan, termasuk masalah HIV/AIDS di wilayahnya,” ungkap Mote.

Dia menambahkan bahwa dalam konteks Papua sebagai salah satu wilayah dengan angka penderita HIV/AIDS tertinggi di Indonesia, pembubaran KPA oleh Bupati Jayapura sebelumnya dianggap terlalu egois.

“Ini terlalu egois, hanya karena kebijakan pemerintah yang enggan mengalokasikan anggaran. Bagaimanapun, penderita HIV/AIDS adalah saudara kita yang perlu mendapatkan perhatian. Jangan sampai kepentingan politis mengesampingkan saudara-saudara kita,” tegasnya.

Meskipun Kabupaten Jayapura tidak memiliki KPA, Mote menegaskan bahwa pihak Provinsi siap untuk melaksanakan program penanggulangan AIDS di wilayah tersebut.

By Admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *