Jakarta – Javanewsonlin.co.id | Sebagai pejabat pelayan informasi public di Polda Banten, AKBP Shinto Silitonga merasa perlu untuk lebih dalam mempelajari tentang Kode Etik Jurnalistik (KEJ), terlebih dirinya selalu bersentuhan dengan wartawan dalam penyampaian informasi seputar kegiatan di Polda Banten.

“Saya perlu banyak belajar dari Wakil Ketua Dewan Pers tentang banyak hal, terutama tentang KEJ,” kata Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Banten, AKBP Shinto Silitonga saat melakukan kunjungan ke Dewan Pers di Kantor Dewan Pers Kebon Sirih, Gambir, Jumat (17/12/2021).

Dalam kunjungan tersebut AKBP Shinto Silitonga disambut Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun. Dalam kesempatan tersebut membahas tema-tema yang update tentang sinergitas media dengan pihak kepolisian, terutama di Wilayah Banten. Kode Etik Jurnalistik (KEJ) turut dibahas dalam pertemuan ini.

AKBP Shinto Silitonga menyampaikan beberapa fenomena pemberitaan yang memang tidak mengindahkan cover both side (berita yang berimbang), tidak menulis berdasarkan fakta melainkan asumsi, sehingga dapat saja berimplikasi pada pelanggaran KEJ.

Dalam kesempatan itu, Kabid Humas Polda Banten memberikan beberapa informasi penting tentang dinamika komunikasi dengan media di Banten.

“Kami sangat menyadari bahwa media adalah mitra strategis Polda Banten dalam pelayanan informasi publik, dan kami berterimakasih telah diberikan banyak pembelajaran tentang KEJ oleh Wakil Ketua Dewan Pers,” kata Shinto.

Sementara itu  Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry Ch Bangun mengatakan, Dewan Pers adalah tempat mengadu bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh media atau karya jurnalistik dan Dewan Pers akan berupaya memediasi dengan dasar KEJ dan Undang-Undang Pers.

“Tepat bila Kabid Humas Polda Banten diskusikan hal tersebut dengan kami di Dewan Pers, karena penilai terakhir atas KEJ ada di Dewan Pers,” sambung Hendry.

Pemuliaan profesi pers, kata Hendry, sama halnya dengan pemuliaan semua profesi pekerjaan, termasuk Polri, sehingga masing-masing pengampu profesi harus meyakinkan bahwa semua kegiatan harus dilakukan dalam koridor kode etik masing-masing profesi.

“Pers tidak boleh menyalahgunakan profesi, apalagi melakukan pemerasan. Penulisan berita juga didasarkan pada fakta, bukan asumsi,” ucapnya.  (red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *