Jakarta— Javanewsonline.co.id | Dua puluh lima tahun lalu, Prof. Satyanegara, seorang ahli bedah saraf ternama, menghadapi kebingungan saat diminta oleh pengusaha Sigit H. Samsu untuk membantu mendirikan Fakultas Kedokteran (FK) di Universitas Jember (UNEJ). Pada saat itu, Satyanegara tengah sibuk menangani berbagai rumah sakit, termasuk Rumah Sakit Pertamina Pusat (RSPP), klinik pribadi, hingga mendampingi pelayanan kesehatan Presiden Soeharto. Namun, meskipun terbilang sibuk, ia tetap menerima tantangan itu dan menjadi bagian dari proses panjang yang akhirnya melahirkan FK UNEJ.
Kini, setelah lebih dari dua dekade, FK UNEJ telah meluluskan lebih dari 1.500 dokter. Namun, perjalanan untuk membangun rumah sakit pendidikan (teaching hospital) bagi fakultas tersebut masih jauh dari kata mudah. Prof. Satyanegara mengungkapkan bahwa meskipun pembangunan gedung fisik teaching hospital direncanakan rampung pada akhir 2024, prosesnya sangat sulit dan penuh tantangan. “Pembangunan teaching hospital itu memang susah. Namun, kami terus berusaha dan berdoa agar rencana ini dapat segera terwujud,” ujar Satyanegara saat ditemui di ruang kerjanya di Tzu Chi Hospital, Jakarta Utara.
Selain terlibat dalam pendirian FK UNEJ, Prof. Satyanegara kini juga memegang posisi penting sebagai Ketua Dewan Pengurus Fakultas Kedokteran di President University (PU) Jababeka, Bekasi. Sejak Maret 2024, ia bekerja bersama Sigit H. Samsu dan pihak terkait lainnya untuk membangun rumah sakit pendidikan dan pusat riset di sana. Visi kedua fakultas ini, meskipun serupa dalam hal pendidikan kedokteran, memiliki arah yang berbeda. FK UNEJ berfokus pada pengembangan Agromedis sebagai pusat unggulan di Indonesia, sementara FK President University lebih menekankan pada pemanfaatan bioteknologi modern untuk menciptakan manusia sehat dan produktif.
“FK UNEJ ingin menjadi pusat Agromedis, sementara FK President University berharap untuk mengembangkan Medical City yang lebih komprehensif, lengkap dengan fasilitas kesehatan dan spesialisasi yang sangat maju,” kata Satyanegara. “Kami berharap, Jababeka Medical City dapat menjadi ikon baru dunia kesehatan Indonesia. Ke depannya, kami akan menarik pasien dari luar negeri yang bukan hanya ingin sembuh, tetapi juga memperoleh kesehatan yang lebih baik.”
Satyanegara juga mencatat bahwa pendirian kedua FK ini tidak lepas dari tantangan pembiayaan yang besar. Untuk UNEJ, ia dan Sigit Samsu bekerja keras mengumpulkan dana, termasuk dari perusahaan-perusahaan besar, seperti Tjap Gudang Garam, Bentoel, dan Sampoerna. Semua dana tersebut kemudian dikelola oleh Yayasan yang bertugas untuk membiayai pembangunan dan pengembangan fasilitas pendidikan. “Fakultas kedokteran memang membutuhkan dana yang tidak sedikit, dan itulah sebabnya kami bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mewujudkan impian ini,” tambahnya.
Meski perbedaan status antara FK UNEJ yang berada di bawah naungan perguruan tinggi negeri dan FK President University yang merupakan perguruan tinggi swasta, Satyanegara menyadari bahwa tantangan utama dalam membangun rumah sakit pendidikan adalah sama: kesulitan dalam pendanaan dan pembangunan fasilitas medis yang sesuai dengan standar yang ditetapkan.
“Setiap fakultas kedokteran harus memiliki rumah sakit pendidikan sendiri untuk menjaga reputasi dan kualitas pendidikan. Itu adalah tantangan yang harus kami hadapi, baik di UNEJ maupun di PU. Setelah rumah sakit pendidikan dibangun, masih ada tantangan berikutnya, yakni bagaimana meningkatkan kualitas dan kapasitas rumah sakit tersebut, dari tipe A sampai E,” jelas Satyanegara.
Dalam perjalanan panjang ini, Satyanegara juga menyebutkan bahwa filosofi kepemimpinan yang diterapkan oleh Setyono Djuandi Darmono, pendiri PT Jababeka, sangat menginspirasi. Filosofi “Yi Kung Yi San” yang diterjemahkan sebagai tekad keras dan gigih, tanpa takut menghadapi rintangan, menjadi landasan dalam menggerakkan Jababeka Medical City. “Pak Darmono memiliki visi besar, dan saya tertarik dengan semangatnya untuk mengubah tantangan menjadi peluang. Filosofi ini mengingatkan saya pada kisah seorang kakek tua yang bertekad untuk memindahkan gunung demi kemakmuran desa yang lebih baik,” ujar Satyanegara.
Dengan semangat tersebut, Prof. Satyanegara dan rekan-rekannya terus bekerja keras untuk mewujudkan visi besar mereka, baik di UNEJ maupun di President University. Meskipun banyak rintangan, mereka yakin bahwa melalui kerja keras dan komitmen bersama, rumah sakit pendidikan dan pusat riset unggul di Indonesia akan segera menjadi kenyataan. (St)