Jambi – Javanewsonline.co.id | Program Nawacita Tentara Manunggal Membangun Desa (TMMD), yang dulu dikenal dengan sebutan Program ABRI Masuk Desa (AMD) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Muaro Jambi tahun anggaran 2019 yang diduga fiktif dan menjadi buah bibir, menggelitik nurani para awak media untuk menggali lebih dalam kabar yang sebenarnya.
Bermula dari adanya kabar bahwa pada tahun 2019 telah dilaksanakan proyek TMMD yang dikerjakan oleh anggota TNI, yang akhirnya terungkap bahwa proyek tersebut diduga fiktif. Oleh karenanya, beberapa awak media mencari tahu dengan mendatangi beberapa Narasumber yang bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Orang pertama yang didatangi yaitu Ketua BPD 2 periode Desa Bukit Subur Kecamatan Sungai Bahar, Dono Sukirno. Ia menjelaskan kepada awak media, Sabtu (10/7), bahwa sepengetahuannya, sepanjang tahun 2019 Proyek TMMD yang dikerjakan oleh anggota TNI tidak pernah dilaksanakan didesanya. Ia juga mengungkapkan, jika proyek TMMD dilaksanakan, ia dan warga masyarakat disitu pasti mengetahuinya.
Seminggu kemudian, pada Jum’at (16/7), Awak Media menjumpai Fitrah bersama Kuasa Hukumnya di kantor LBH Cinta Lingkungan dan Pencari Keadilan, di Jalan Cut Mutia Jambi Timur Kota Jambi. Fitrah menyebutkan bahwa dirinya telah diberi SK sebagai Pengawas Proyek TMMD tahun anggaran 2019 oleh Kadis PUPR Muaro Jambi.
Tapi sayangnya, ia tidak pernah dilibatkan dalam pengawasan pekerjaan dilapangan, tiba-tiba disodorkan berkas proyek TMMD untuk ditandatangani oleh PPTK yakni Bastari. Namun saat ia minta diperlihatkan dokumentasi berupa foto fisik pekerjaan proyek TMMD, Bastari diduga tidak dapat menunjukan, maka ia tidak bersedia untuk menandatangani kontrak tersebut.
Fitrah juga mengatakan bahwa masalah Pejabat PPHP (Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan) yang lepas dari tanggungjawabnya, itu karena kecolongan, sehingga proyek TMMD bisa dicairkan pembayarannya, tanpa tanda tangan pengawas. “Seharusnya dia membawa pengawas turun kelapangan untuk mengkroscek kebenaran laporan proyek TMMD tersebut,” cetus Fitrah kesal.
Dalam pertemuan tatap muka di kantor LBH CL&PK, Aslam Fadli selaku kuasa hukum Fitrah menjelaskan secara detail, tentang hal-hal pokok yang dialami oleh kliennya, dilengkapi juga dengan analisa hukum dan aspek yuridis, yaitu bermula dari program kegiatan TMMD, berupa pembukaan badan jalan di Desa Bukit Subur dan di Desa Bukit Makmur unit 15, menuju Desa Bukit Mas (Unit 18), berdasarkan rencana dan penetapan objek pelaksanaan kegiatan sepanjang 11 (Sebelas) kilo meter.
Pada kegiatan tersebut, Fitra Mulya ST ditunjuk sebagai Pengawas melalui Keputusan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Muaro Jambi, berdasarkan Keputusan Nomor 800/39/KPTS-PA/DPUPR/2019.
Ironisnya, setelah kliennya mendapat mandat dari pimpinan selaku Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA), dalam hal ini Kadis PUPR selaku perpanjangan tangan Bupati Muaro Jambi, untuk melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsinya sebagai penguasa wilayah, Kliennya sama sekali tidak mengetahui seperti apa bentuk kegiatan tersebut, tiba-tiba Pimpinannya menyampaikan bahwa Proyek tersebut sudah selesai.
“Tidak hanya itu, Klien saya Fitrah diperintahkan untuk menandatangani semua berkas dan dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek tersebut, tentunya ia tidak mau. Ia juga tidak bermaksud membesar-besarkan permasalahan ini, tetapi ia hanya menghindari terjadinya dugaan penyalahgunaan. Sebab, apabila terdapat temuan, ia tidak akan terjebak hukum sebagaimana diatur pada Pasal 55 ayat (2) KUHP. Tentu tidak seorangpun bersedia dibui, hanya karena kelalaiannya,” ungkapnya.
Hal yang paling tidak dapat diterima oleh akal sehat, adalah selesainya Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) tanpa ada bukti kegiatan berupa dokumentasi lapangan dari 0% hingga 50% dan dari 50% sampai 100%. Menurutnya, hal itu terlihat janggal, sebab belum ada dokumen atau berkas yang ditandatangani oleh kliennya selaku pengawas.
Karena merasa ada yang janggal, beberapa Media Online ikut memberitakan, terkait kegiatan fiktif yang melibatkan kliennya Fitra Mulya ST, hingga menyebabkan kliennya dimutasi atau di nonjobkan oleh Kepala Dinas PUPR.
Namun Kajari mengeluarkan statemen akan menutup kasus ini, karena menurutnya tidak ada temuan Inspektorat. Setelah dikonfirmasi ke Inspektorat dan dimintai data terkait hasil audit dari kegiatan yang diduga fiktif tersebut, pihak Inspektorat mengatakan, bahwa mereka tidak memegang data, semua ada di DPUPR.
Dengan adanya riak-riak mengenai masalah tersebut, Pihak Kejaksaan memberikan klarifikasi melalui web Kejaksaan Negeri Jambi, bahwa kegiatan tersebut ada dan berjalan, tidak seperti pemberitaan yang beredar dibeberapa media. “Menurut Pihak Kejaksaan Negeri Jambi, kegiatan itu ada dan sudah berjalan,” kata Aslam, kepada Awak Media saat diwawancarai.
Menurut Aslam, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muaro Jambi, Yultasmi, diduga menyatakan taruhan apabila dia kalah dan bisa dibuktikan. Tim Kuasa Hukum Fitra Mulya ST menyampaikan, bahwa ia akan mengungkap fakta kebenaran dari dugaan adanya kejahatan sistematis tersebut, tanpa melihat dengan siapa ia berhadapan.
“Negara ini adalah negara hukum, siapapun melakukan, mengarahkan, turut melakukan dan/atau melindungi pelaku kejahatan, maka mereka adalah pelaku kejahatan juga, sebagaimana diatur pada Pasal 55 ayat (2) KUHPidana. Kami akan menempuh semua ruang yang telah disiapkan oleh negara, untuk mengungkap fakta hukum atas peristiwa ini,” tegasnya.
Ia menyampaikan, bahwa telah melakukan investigasi lapangan, untuk mencocokkan dokumen dari DPUPR dan keterangan dari kliennya. Hasil dari investigasinya adalah, ia telah menemui beberapa Tokoh masyarakat yang tidak terikat dalam organisasi pemerintahan, hasilnya Tokoh-masyarakat tersebut menyatakan, bahwa tidak atau belum pernah ada kegiatan TMMD diwilayah tersebut.
Orang pertama yang ditemuinya adalah BPD yang masih aktif pada saat proyek tersebut diterbitkan SPK (Hari ini sudah tidak aktif lagi). Menurutnya, tidak pernah ada kegiatan TMMD diwilayah tersebut, bahkan pemberitahuan akan diadakannya kegiatan tersebut pun tidak pernah ada.
Seharusnya, ungkapnya, setelah Kadis PUPR Kabupaten Muaro Jambi menerbitkan SK Penugasan kepada Pengawas, tidak ada lagi kewenangannya mencampuri urusan tersebut, dan hanya menunggu laporan dari pihak yang telah diberi mandat.
Sebab, Konsultan Pengawas dalam suatu proyek, tugasnya adalah menyelenggarakan administrasi umum mengenai pelaksanaan kontrak kerja, melakukan pengawasan secara rutin dalam perjalanan pelaksanaan proyek dan menerbitkan presentasi pekerjaan untuk dilaporkan kepada pemilik proyek yakni Dinas PUPR.
Hal ini tidak ada satupun yang berjalan, karena jawabannya proyek tersebut tidak jelas dan keterangan para pihak pun dinilai simpang siur. Begitupun pihak inspektorat terkesan lumpuh, diduga tidak menjalankan tugasnya dengan baik, selaku perpajangan tangan negara didaerah untuk memberikan keterangan yang jelas dan terang kepada BPK, apabila ditemukan adanya dugaan penyalahgunaan keuangan negara.
Aslam meminta kepada Kadis PUPR untuk berhenti memberikan pembenaran dan mengakui kesalahan, sebagaimana keterangan yang diberikan kepada salah satu media, bahwa dirinya khilaf dan lalai dari pengawasan, sehingga menyampaikan pernyataan maaf kepada semua pihak, terutama kepada Konsultan Pengawas yang telah diberinya mandat, agar masalah ini tidak berlarut-larut.
Aslam menambahkan, dugaan pemalsuan tanda tangan dan volume kerja yang tidak cukup, serta kegiatan tersebut menelan biaya sekira 700 juta, sementara keterangan yang dihimpun dari berbagai pihak pekerjaan tersebut diduga hanya sepanjang 5 kilometer saja. (Tholip)