Keerom (Papua) – Javanewsonline.co.id | Dewan Adat Keerom menilai, pelayanan pemerintahan sedang mati suri atau tidak berjalan normal seperti biasanya, Senin (21/12). Selaku Sekretaris Dewan Adat Keerom Laurens Borotian memberikan contoh terkait dengan kekosongan posisi Sekretaris daerah (Sekda).

Ia menegaskan bahwa pihak Dewan Adat tidak mengintervensi Kebijakan Bupati Keerom, tetapi sepanjang yang Ia ketahui, dalam pengangkatan Sekda perlu adanya keputusan dari Tim Baperjagat.

“Posisi Sekda kok baru ada kekosongan jabatan selang beberapa hari SK diterbitkan,” ujarnya.

Ia mengatakan bahwa pengangkatan Plt Sekda, menurut Dewan Adat ada kesalahan prosedur, dikarenakan adanya asisten defenitif, yakni seorang kepala dinas yang notabene ada di bawah garis koordinasi Asisten defenitif, kemudian merangkap jabatan sebagai Kasatpol PP dan Asisten 3 PLT.

”Jika kita melihat Peraturan Presiden RI No 3 tahun 2018, hal itu justru keluar jauh dari aturan tersebut, ia mengatakan seperti double maker,“ tuturnya.

Sebenarnya ini ada apa?, tanyanya, sebab Plt Sekda ini dapat dilihat dari Asisten defenitif atau staf-staf ahli yang pangkatnya sudah memenuhi syarat untuk diangkat. Laurens Borotian juga menuturkan, dalam pelantikan Plt Sekda, perlu kehadiran dari semua pihak, yaitu Wakil Bupati, Forkopinda dan semua Stakeholder yang ada di Kabupaten Keerom, karena mereka adalah jabatan Pembina Kepegawaian dan semua pihak harus hadir untuk menyaksikan pelantikan tersebut.

”Saya sampaikan, bahwa dalam Peraturan Presiden No 3 tahun 2018, jabatan itu bisa berakhir 3 sampai 6 bulan. Hal ini saya rasa tidak masuk akal, maka dalam waktu dekat ini, kami dari Dewan Adat akan menyurat kepada pemerintah Provinsi Papua dan pemerintah Pusat, dalam hal ini Menteri Dalam Negeri, untuk memperhatikan kebijakan Bupati yang tidak melihat aturan-aturan yang sudah tertuang dalam PP No 3 tahun 2018. Kami juga meminta kepada Gubernur Provinsi Papua, dalam waktu dekat, dapat melihat dan mengkaji hal itu kembali. Karena ini adalah sistem pemerintahan yang justru membodohi publik,“ tuturnya.

Ia menyampaikan bahwa pada salah satu surat kabar dikatakan, pelantikan Sekda yang baru atas dasar SK Menteri Dalam Negeri. Untuk itu, Ia bertanya kepada Menteri Dalam Negeri, apakah ada SK Plot, sedangkan SK Plt itu sendiri dibuat oleh Bupati ?.

“Perlu saya jelaskan, bahwa jabatan Plt Sekda itu berkisar pada Asisten defenitif atau Staf ahli yang ada, tetapi ini justru terbalik, diangkat dari bawah binaan koordinasi Asisten yang ada, dan ini sangat tidak wajar,” cetusnya. Laurens juga berpesan kepada Bupati Keerom, agar dalam masa-masa transisi, Bupati harus terbuka dan berkoordinasi dengan pemenang pemilihan. “Hal ini agar estafet pembangunan tidak terputus, apa yang perlu diperbaiki kedepan harus juga dikoordinasikan,” tegasnya. (Panji) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *