Takalar (Sulsel) – Javanewsonline.co.id (JN) | Walaupun pasar ini sudah selesai progres pengerjaannya, namun masyarakat belum bisa menikmati transaksi jual beli di los Pasar Rakyat Malolo, yang dibangun pada tahun 2018 lalu, dengan anggaran sebesar kurang lebih 5,7 miliar rupiah, dikerjakan oleh PT Karya Semesta Persada. Selain itu, pemilik lahan dan upah pekerja sampai saat ini belum bisa dinikmati.
Awal mula permasalahan ini, pemilik lahan menahan akan dibangunkannya Pasar Rakyat Malolo, sehingga pengerjaannya sempat terhambat. Namun, berkat kecerdikan sang Kepala Dinas Perdagangan pada saat itu, yang dijabat oleh IS, yang bolak balik mengurus dan membujuk pemilik lahan yaitu Sati Bin Lure, untuk menyerahkan surat surat lahan (tanah), serta membubuhkan cap jempol untuk disetujuinya, pembangunan Pasar Rakyat Malolo akhirnya terlaksana, dengan janji manisnya akan memberikan ganti rugi sebesar Rp 30.000.000, disaksikan oleh keluarganya sendiri yang konon menjadi pejabat penting di Kabupaten Takalar.

Saat awak media menemui Saniah Daeng Sati Bin Lure selaku pemilik lahan dikediamannya, dengan emosional dia mengatakan, kalau seseorang itu dipegang kata katanya, tidak seperti Sapi yang dipegang adalah talinya. Begitu juga dengan Pasar Malolo, sudah hampir dua tahun selesai dibangun, tapi perjanjiannya belum ditepati sampai sekarang oleh Pemerintah daerah.
“Saya sudah jengkel pak dengan pemerintah, karena ganti rugi lahan untuk dibangun Pasar Malolo belum saya dapat sampai saat ini. Padahal perjanjian saat itu, kalau dana cair kami akan dibayar, namun diingkari oleh IS selaku Kepala Dinas Perdagangan pada waktu itu. Kalau orang itu kata-katanya yang dipegang, tidak seperti Sapi yang dipegang adalah talinya,” ungkapnya kesal.

Sania Daeng Sati mengemukakan waktu dia mau membangun Pasar Malolo, dia sibuk bolak balik datang kerumah bersama cucunya yang saat ini sudah menjadi pejabat. dia datang untuk meminta surat-surat tanah dan minta persetujuan pembebasan lahan.
“Awalnya saya menolak, tapi dia memaksa dan menjanjikan ganti rugi. Akhirnya saya memberikan surat-surat itu dan membubuhkan cap jempol diatas kertas. Tapi saya tidak tahu bunyi dari isi surat tersebut, karena saya tidak bisa membaca,” ungkapnya, dengan bahasa Makassar.
Ia menambahkan, ganti rugi yang dijanjikan sampai pasar selesai dikerjakan tidak ada kejelasan. Dia dan anaknya sepakat tidak akan membuka Pasar Malolo sebelum haknya dipenuhi.
Bukan hanya pemilik lahan yang disakiti oleh pembangunan Pasar Rakyat Malolo, tapi Muhammad Arif daeng Beta selaku pekerja pembangunan di Pasar Malolo juga dizhalimi oleh kontraktor selaku pelaksana kegiatan.
Dia mengatakan jangankan ganti rugi lahan, gajinya saja dari hasil keringatnya belum dibayarkan oleh pelaksana proyek sampai sekarang dan jumlahnya cukup lumayan, sekira Rp 30.000.000,-.
Belum diselesaikan
Bukan hanya pembebasan lahan yang belum dibayar, tapi hasil keringatnya juga belum dibayar oleh pihak rekanan. Selama dia bekerja pada pembangunan Pasar Malolo, jumlahnya Rp 30.000.000,- dari total dana yang ditunggu Rp 60.000.000 dengan ganti rugi karena lahan itu milik ibunya. “Jika itu tidak diselesaikan, maka saya tidak akan buka itu pasar, selesaikan dulu itu baru saya buka,” ungkap Arif Beta dikediamannya (17/9).
Arif Daeng beta mengungkapkan, waktu itu Kadis Perdagangan datang kerumahnya meminta surat-surat tanah dan saat itu dia tidak ada dirumah, karena sedang di Kendari. Dia berpesan kepada ibunya untuk tidak memberikan surat-surat tersebut, tapi karena ibunya dipaksa akhirnya mengalah.
Karena dibujuk oleh pihak keluarga, akhirnya dia membubuhkan tanda tangan serta menyerahkan surat-surat tanah berupa P2 dan diambil oleh Kadis perdagangan berinisial IS. “Sampai hari ini belum terbukti yang dijanjikan berupa ganti rugi,” kata Arif Daeng beta yang juga anak kandung dari Daeng Sati.
aisal Rowa selaku kontraktor pelaksana yang dinaungi oleh PT Karya Semesta Persada mengatakan, terkait upah Daeng beta itu adalah tanggung jawabnya dan bukan hanya Daeng Beta yang dirugikan sebagai pekerja, tapi selaku kontraktor pelaksana dia juga dirugikan oleh Dinas Perdagangan selaku Kuasa anggaran, karena sampai saat ini proyek yang dikerjakannya belum dibayarkan sekira Rp 500.000.000.
“Terkait upah kerja Daeng Beta itu tanggung jawab saya, tapi perlu diketahui, saya juga sebagai kontraktor pelaksana dirugikan oleh Dinas Perdagangan, karena sisa dana saya belum dilunasi atau belum dibayarkan sampai sekarang, sisa dana saya sebesar Rp 500.000.000,” ungkapnya.
aisal Rowa menambahkan, terkait belum dibukanya Pasar Malolo, disebabkan bukan hanya faktor belum dibayarnya upah pekerja saja, tapi masalah pembebasan lahan juga belum diselesaikan oleh pihak Dinas Perdagangan, terang Faisal Dg Rowa, melalui telepon selulernya (17/9). Sementara itu, pihak Dinas Perdagangan Kabupaten Takalar, sampai berita ini ditayangkan belum bisa dimintai konfirmasinya. (Muhammad Rusli/Azka)