Padang- Javanewsonline.co.id | Suasana Masjid Raya Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi di jantung Kota Padang siang itu terasa teduh dan khidmat. Ratusan jamaah memenuhi saf-saf utama untuk mengikuti kuliah tujuh menit (kultum) Zuhur yang disampaikan oleh Ustaz Kompol H. Syafrizen, S.H., yang akrab dikenal dengan nama dakwahnya, Ustaz Zein Hoki (UZH).

Kompol H.Syafrizen,SH

Dengan tema “Belajar Al-Qur’an dengan Baik dan Benar Membuka Tabir Kebenaran”, Syafrizen menekankan pentingnya keseimbangan antara keimanan dan kemampuan berpikir logis dalam menjalani kehidupan beragama dan bermasyarakat.

Dalam ceramahnya, perwira aktif di Direktorat Bimbingan Masyarakat (Dirbimas) Polda Sumatera Barat itu mengawali tausiyah dengan ayat dari Surah Al-A’raf ayat 96:

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”

Syafrizen mengingatkan, ayat tersebut menjadi cerminan bagi masyarakat Minangkabau yang memiliki falsafah hidup Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Menurutnya, jika nilai itu benar-benar dipegang teguh, Minangkabau seharusnya menjadi contoh daerah yang menjunjung moral, akhlak, dan peradaban Islam.

“Orang Minangkabau punya dasar hukum adat yang bersandikan Al-Qur’an dan hadis. Kalau ini dijalankan secara konsisten, kemaksiatan dan kejahatan bisa dicegah bersama,” ujarnya di hadapan jamaah.

Ustaz Zein Hoki menyoroti gejala sosial yang kian memprihatinkan, mulai dari kenakalan remaja, tawuran pelajar, hingga maraknya penyalahgunaan narkoba. Ia juga menyinggung perilaku menyimpang yang kini banyak dilakukan di usia sekolah, serta meningkatnya kasus kejahatan jalanan yang menunjukkan menurunnya moral generasi muda.

“Kita tidak boleh menutup mata terhadap kemerosotan moral ini,” katanya dengan nada tegas. “Masalah ini bukan hanya tanggung jawab ustaz, mubalig, atau tuan guru. Semua lapisan masyarakat harus ikut mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran sesuai peran masing-masing.”

Ia kemudian mengutip firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 78–79 yang menegaskan bahaya membiarkan kemungkaran:

“Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu, karena mereka tidak saling melarang tindakan mungkar yang dilakukan.”

Menurutnya, sikap diam terhadap kemungkaran adalah awal dari datangnya musibah sosial. “Kalau kita tahu ada keburukan dan tidak berusaha mencegahnya, maka kita semua ikut menanggung akibatnya. Bisa berupa bencana, musibah, atau azab sosial,” ucapnya.

Ia mengingatkan bahwa amar makruf nahi mungkar adalah tanggung jawab bersama, sebagaimana disebutkan dalam Surah Ali Imran ayat 104:

“Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh berbuat yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Mereka itulah orang-orang yang beruntung.”

Dalam konteks lokal Minangkabau, Syafrizen menyebut konsep Tungku Tigo Sajarangan yang terdiri dari ninik mamak, alim ulama, dan cadiak pandai—harus kembali diberdayakan. Ketiganya, katanya, merupakan penopang utama moral dan sosial masyarakat. “Kalau tiga unsur ini berjalan beriringan, Minangkabau akan kembali menjadi negeri yang beradab, beriman, dan sejahtera,” ujarnya.

Lebih jauh, ia menekankan pentingnya kembali belajar Al-Qur’an dengan baik dan benar. Menurutnya, Al-Qur’an bukan hanya bacaan spiritual, tetapi juga sumber pengetahuan dan panduan berpikir sehat. Ia mengutip Surah Al-Baqarah ayat 185 yang menegaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan sebagai petunjuk dan pembeda antara yang benar dan yang batil.

“Dengan memahami Al-Qur’an secara mendalam, kita bisa membedakan mana yang haq dan yang batil, mana yang baik dan buruk, mana yang boleh dan dilarang. Inilah logika akal sehat yang lahir dari keimanan,” kata Syafrizen.

Ia menutup kultum dengan ajakan agar setiap orang, terutama generasi muda, terus menuntut ilmu, menjaga salat berjemaah, dan hidup dalam kesyukuran serta kesabaran. “Kalau kita berpegang pada Al-Qur’an, kita akan menjadi bangsa yang jujur dalam perbuatan dan lurus dalam niat,” ucapnya.

Dengan suara bergetar, ia mengakhiri tausiyahnya dengan doa agar negeri Minangkabau senantiasa diberkahi dan menjadi negeri yang dirahmati Allah—Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.

Kultum yang berlangsung sekitar 30 menit itu ditutup dengan lantunan doa bersama dan salam hangat jamaah yang mengelilingi sang ustaz. Banyak di antara mereka mengaku terinspirasi oleh cara Syafrizen memadukan nilai agama dengan pendekatan rasional yang membumi.

“Beliau berbicara dengan logika yang menyentuh, tidak menghakimi tapi mengajak berpikir,” ujar salah satu jamaah usai acara. (Syamsurijon)