Jayapura – Javanewsonline.co.id | Pemerintah Pusat diminta untuk segera menghentikan kebijakan sentralisasi terkait pendropan ASN secara berlebihan dari pusat, untuk menduduki jabatan struktural dan fungsional di tiga DOB provinsi diwilayah pemekaran provinsi di Tanah Papua.

Menyikapi berbagai informasi yang terus berkembang, terkait pendistribusian ASN dari pusat, sangat berpotensi menimbulkan konflik vertikal dan horizontal.

Hal itu dikarenakan timbulnya reaksi penolakan keras dari masyarakat Papua secara luas. Hampir sebulan lebih topik ini menjadi  isu panas dalam setiap diskusi dan perdebatan yang ditulis melalui media online, cetak, media sosial Facebook, whatsaap group, Instagram, tiktok dan diperbicangkan you tube.

Atas  kondisi ini, Yulans Wenda Ketua Forum Rakyat Papua Bersatu menyatakan, bahwa ia mendukung kepemimpinan Pejabat Gubernur Provinsi Papua pegunungan, namun dalam menjalankan sistem sentralisasi yang merupakan sebuah penyerahan kekuasaan dan kewenangan pemerintah secara penuh ke pusat, tentu bertentangan dengan desentralisasi yang merupakan pemberian kewenangan kepada daerah dalam konteks otonomi khusus bukan otonomi daerah.

“Oleh sebab itu, pemerintah pusat dalam hal ini Mendagri mestinya hormat terhadap pelimpahan kewenangan ini, jangan menggunakan praktek otoritarianisme dalam sistem sentralistis tentu sudah mengucilkan nilai kekhususan itu, karena telah menyamakan Papua dengan daerah tanpa otonomi khusus.

Kata Wenda, dalam Kerangka UU Otsus No 2 tahun 2021, ada beberapa hal yang menjadi catatan, yang pertama, UU No 2 tahun 2021 pada pasal 1 ayat (2) menjelaskan, Otonomi Khusus adalah Kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua, untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak masyarakat Papua”. 

“Dalam konteks ini, mesti digaris bawahi oleh pemerintah pusat, jangan membuat kebijakan sentralistik yang mengabaikan hak kekhususan yang sudah diberikan,” tegasnya.

Ia memaparkan bahwa protes masyarakat kepada kebijakan pendistribusian ASN dari pusat, tentu merupakan sikap kritis karena dinilai Mendagri mengabaikan kewenangan desentralisasi yang diberikan kepada daerah, untuk mengurus, mengatur dengan prakarsa sendiri dan aspirasi masyarakat setempat.

Kedua, lanjutnya, amanat UU Otsus No 2 tahun 2021 pada pasal 4 ayat (1) menjelaskan, bahwa kewenangan provinsi mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan. Aspek ini juga harus dihormati oleh pemerintah pusat, bahwa pendistribusian ASN dalam jabatan struktural dan fungsional mestinya menjadi domain carateker Gubernur yang tentu diselaraskan dengan beberapa regulasi tentang ASN dan UU, serta peraturan pemerintah daerah, sehingga dalam penerapannya tidak bertentangan secara aturan yang ada.

“Maka pada konteks ini, kami meminta pemerintah pusat untuk tidak ikut campur dengan mengintervensi atau menyisipkan kouta ASN nya di wilayah pemekaran,” ujarnya.

Berdasarkan beberapa hal yang disampaikan diatas, ia meminta pemerintah pusat, agar  tidak lagi mengintervensi kuota ASN tetapi menghormati kewenangan desentralisasi pemerintah daerah, dalam kerangka kekhususan, karena ada banyak SDM OAP yang tentu akan dipikirkan dan diberdayakan oleh 4  Kepala daerah di provinsi induk dan baru, guna mengisi semua jabatan struktural dan fungsional diwilayah pemekaran dan induk, sesuai mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“Apabila permintaan kami melalui Forum Rakyat Papua Bersatu diabaikan, lalu pemerintah pusat dalam hal ini oknum-oknum dalam Kementerian masih melakukan manuver-manuver untuk mengintervensi  dan menggolkan pendistribusian ASN pusat ke daerah pemekaran dengan cara-cara yang otoritarianisme dan sentralisasi, maka kami akan sikapi dengan cara dan gaya kami sebagai pemuda, selama hal tersebut tidak bertolak belakang dengan hukum,” pungkasnya. (okt/pj) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *