Pelalawan  –  Java newsonline.co.id | Viral di media sosial, video yang memperlihatkan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) mendatangi sebuah pabrik yang diduga menerima Tanda Buah Sawit (TBS) dari kebun sawit di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) menimbulkan banyak pertanyaan.

Ikatan Pemuda Milenial Pelalawan (IPMP) menemukan sejumlah pengepul sawit di Kabupaten Pelalawan yang menerima TBS yang berasal dari kawasan konservasi tersebut.

Taman Nasional Tesso Nilo, yang mencakup area seluas 81.793 hektar, ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.6588/Menhut-VII/KUH/2014 pada 28 Oktober 2014.

Kawasan ini seharusnya bebas dari kegiatan konversi lahan, termasuk perkebunan kelapa sawit. Namun, temuan bahwa sekitar 50.000 hektar di dalam TNTN telah ditanami sawit produktif menimbulkan keresahan.

Dalam Rapat Dengar Pendapat di DPRD Kabupaten Pelalawan yang dihadiri oleh sejumlah pihak terkait, termasuk Kepala Balai TNTN Heru Sutmantoro, S.Hut, MM, dan Kepala Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Pelalawan Akhtar SE, dibahas perihal pengelolaan dan penanganan sawit yang melibatkan kawasan hutan lindung tersebut.

Heru Sutmantoro menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada izin resmi terkait produksi sawit di dalam TNTN. “Sampai sekarang, tidak ada izin, dan buah sawit yang keluar dari kawasan tersebut tidak ada izin resmi,” kata Heru.

Heru juga menambahkan bahwa luas kawasan TNTN sekitar 81.793 hektar, dengan 50.000 hektar di antaranya sudah ditanami sawit produktif yang berusia antara 7 hingga 15 tahun.

Sementara itu, ada juga kebun sawit yang masih berusia di bawah lima tahun. “Penghasilan dari sawit ini mencapai sekitar 300 miliar rupiah per bulan untuk 50.000 hektar sawit,” ungkapnya.

Menanggapi masalah ini, Satgas Penertiban Kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, yang terdiri dari Kejaksaan, Kepolisian, TNI, BPK, dan Balai TNTN, menegaskan pentingnya penegakan hukum dalam mengatasi masalah ini.

Saat ini, mereka sedang menunggu tindak lanjut terkait regulasi yang lebih jelas, termasuk Perpres Nomor 25 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan.

Adanya praktik ini mengundang pertanyaan mengenai siapa yang bertanggung jawab atas pengelolaan sawit di kawasan yang seharusnya dilindungi tersebut.

Satgas penertiban berharap bahwa penegakan hukum dapat dilakukan secepatnya untuk menertibkan kawasan dan mencegah kerusakan lebih lanjut pada lingkungan yang dilindungi.

Tindakan lebih lanjut dari pemerintah dan pihak berwenang sangat dinantikan untuk memastikan bahwa kawasan konservasi seperti TNTN tetap terjaga dan tidak dieksploitasi secara ilegal. (Erizal)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *