Oleh: Timan (Ketua DPD PJS Prov Banten)
“Kemerdekaan pers adalah napas demokrasi; tanpanya, kebenaran akan terkubur, dan keadilan akan mati dalam sunyi.“
Kemerdekaan pers adalah salah satu pilar utama demokrasi yang sangat penting untuk keberlangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Indonesia, pers memiliki sejarah panjang sebagai salah satu kekuatan yang mendorong perubahan sosial dan politik. Namun, kemerdekaan pers tidak datang begitu saja; ia lahir dari perjuangan panjang melawan penindasan dan pembungkaman suara.
Sejak masa penjajahan, pers telah menjadi alat perlawanan terhadap kolonialisme. Tokoh-tokoh seperti Tirto Adhi Soerjo dan Soewardi Soerjaningrat menggunakan media untuk menggalang kesadaran rakyat tentang pentingnya kemerdekaan. Mereka memahami bahwa melalui tulisan, pikiran-pikiran dapat tersebar luas dan membangkitkan semangat perlawanan. Di era tersebut, pers tidak hanya berfungsi sebagai penyebar berita, tetapi juga sebagai pemantik revolusi.
Setelah kemerdekaan Indonesia, peran pers semakin penting. Di masa Orde Lama dan Orde Baru, kebebasan pers sering kali dibatasi oleh kekuasaan yang otoriter. Pemerintah menggunakan berbagai cara, dari sensor hingga penutupan media, untuk mengontrol arus informasi dan opini publik. Pers yang kritis dianggap sebagai ancaman, dan jurnalis yang berani sering kali dihadapkan pada risiko besar, termasuk penahanan dan kekerasan.
Reformasi 1998 menjadi titik balik bagi kemerdekaan pers di Indonesia. Setelah jatuhnya rezim Orde Baru, kebebasan pers mulai diakui sebagai bagian penting dari proses demokratisasi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memberikan jaminan hukum bagi kebebasan pers, termasuk hak untuk mencari, memperoleh, dan menyebarkan informasi. Sejak saat itu, media di Indonesia berkembang pesat, baik dari segi jumlah maupun kebebasan dalam menyampaikan berita.
Namun, tantangan terhadap kemerdekaan pers tidak hilang begitu saja. Di era digital ini, pers dihadapkan pada berbagai ancaman baru, seperti tekanan ekonomi, manipulasi informasi, dan ancaman fisik terhadap jurnalis. Persaingan bisnis yang ketat sering kali membuat media lebih fokus pada keuntungan daripada kualitas berita. Di sisi lain, munculnya media sosial dan platform digital telah mengubah lanskap informasi, di mana berita palsu dan disinformasi dapat menyebar dengan cepat, merusak kepercayaan publik terhadap media konvensional.
Kemerdekaan pers harus terus diperjuangkan. Dalam konteks ini, tanggung jawab tidak hanya berada di tangan jurnalis dan media, tetapi juga pemerintah dan masyarakat. Pemerintah harus memastikan bahwa regulasi yang ada mendukung kebebasan pers tanpa mengorbankan keamanan dan stabilitas nasional. Sementara itu, masyarakat harus lebih kritis dalam menyaring informasi dan mendukung media yang berintegritas.
Jurnalis, sebagai garda terdepan dalam perjuangan kemerdekaan pers, harus tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip jurnalisme yang etis dan independen. Mereka harus berani menyuarakan kebenaran, meski sering kali berhadapan dengan tekanan dari berbagai pihak. Selain itu, pendidikan jurnalisme yang berkualitas juga penting untuk membekali generasi baru jurnalis dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi tantangan zaman.
Kemerdekaan pers bukanlah sekadar kebebasan tanpa batas. Ia harus diimbangi dengan tanggung jawab dan komitmen terhadap kebenaran. Hanya dengan cara inilah pers dapat berfungsi sebagai penjaga demokrasi yang efektif, memastikan bahwa kekuasaan diawasi dan suara-suara yang terpinggirkan tetap didengar.
Indonesia membutuhkan pers yang merdeka dan bertanggung jawab untuk menjaga demokrasi yang sehat dan berkelanjutan. Pers yang merdeka adalah cermin dari masyarakat yang bebas, di mana setiap individu memiliki hak untuk mengetahui dan memahami dunia di sekitarnya tanpa dibatasi oleh kepentingan segelintir orang. Mari kita jaga dan perjuangkan kemerdekaan pers, demi masa depan Indonesia yang lebih adil dan demokratis.