Soppeng – Javanewsonline.co.id | Pihak keluarga terpidana kasus pencabulan anak dibawah umur yang terjadi beberapa tahun lalu, disalah satu Sekolah Dasar di Kabupaten Soppeng Sulsel, hingga kini membuat keluarga resah.

Pasalnya, ada 4 (empat) amar putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Agung oleh Pengadilan Negeri Soppeng, yang putusannya masing-masing selama 5 tahun, atas nama Muhammadiah. Jika dikalkulasi secara keseluruhan berarti hukuman yang akan dijalani total 20 tahun.

Atas dasar putusan itulah yang membuat keluarga terdakwa  kebingungan, sebab putusan yang mana dulu yang harus dijalani oleh terdakwa.

Anak terdakwa Supiono mengaku kebingungan, saat ditemui wartawan dikediamannya, Sabtu (31/10/2020), sebab ada tiga petikan putusan yang diantarkan oleh staf pengadilan Negeri Soppeng, masing-masing putusan selama 5 tahun dan ada  satu putusan yang menyusul dan putusan tersebut sama selama 5 tahun juga.

Awalnya, putusan yang dinilai aneh itu, yakni putusan pengadilan Negeri Soppeng, yang mengeluarkan 4 putusan sekaligus, dengan nomor putusan 95/Pid.sus/2019/PN Wns, atas nama terdakwa Muhammadiyah alias Madiyah Bin Tahir dengan hukuman 5 tahun, putusan no 101/Pid.sus/2019/PN Wns, atas nama terdakwa Muhammadiyah alias Madiyah Bin Tahir hukuman 5 tahun, putusan nomor 102/Pid.sus /2019/PN Wns atas nama terdakwa Muhammadiyah alias Madiyah Bin Tahir hukuman 5 tahun,  putusan nomor 103/Pid.sus/2019/PN Wns atas nama terdakwa Muhammadiya alias Madiyah Bin Tahir hukuman 5 tahun jadi total hukuman selama 20 tahun.

Kemudian pihak keluarga yang diwakili pengacara naik banding ke PT di Makassar, dan hasil putusan tersebut masih tetap 4 putusan yang keluar yakni nomor putusan 697/Pid.sus/2019/PT.MKS, putusan nomor 696/Pid.sus /2019/PT.MKS, putusan nomor, 694/Pid.sus/2019/PT.MKS, putusan nomor 695/Pid.sus/2019/PT.MKS dengan terdakwa sama hukuman tetap masing masing 5 tahun.

Karena keluarga merasa tidak bersalah, kemudian tetap melakukan upaya hukum dengan Kasasi ke Mahkamah Agung RI dan tetap keluar 4 putusan, namun baru 2 putusan yang diberikan secara resmi, yakni putusan nomor 1464 K/Pid.sus/2020, putusan nomor 1462 K/Pid.sus/2020 tetap hukuman sama masing-masing selama 5 tahun.

“Saya bingung pak, kenapa ada putusan banyak sekali untuk orang tua saya, sebab biasanya orang saya liat hanya satuji putusannya, walaupun banyak pelapornya dalam satu kasus dan satuji juga terdakwanya, kenapa ini beda, ada  4 pelapor kasus yang sama terdakwanya juga satuji tapi putusannya 4,” katanya heran.

Selain itu, kata Sulpiono, perjalanan kasus pencabulan itu juga penuh keanehan, sebab barang bukti yang dihadirkan hanya rok dan baju korban, sedangkan hasil visum tidak ada.

Menurutnya, para saksi yang dihadirkan dipersidangan juga tidak ada yang melihat kejadian pencabulan tersebut, begitupun sebagian korban yang disebutkan sebenarnya tidak ada yang Keberatan dan itu dibuktikan dengan adanya tanda tangan dari orang tua mereka.

Sulpiono didampingi orang tuanya mengatakan,  Ia merasa ada yang aneh dalam kasus tersebut, sebab yang turut dan proaktif melaporkan yakni Dinas Sosial Kab Soppeng dan Perlindungan Anak Kab Soppeng.

Terkait dengan banyaknya putusan menuai banyak komentar, salah satunya dari lembaga dan pemerhati hukum. Menurut Ketua Lembaga Investigasi dan Monitoring DPP Limit, Mamat Sanrego, adanya putusan tersebut, baru pertama ini ia tahu, apalagi dengan satu kasus dan satu terdakwa dengan 4 putusan seperti ini.

“Jadi jika benar demikian, hal itu sudah melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), dan tentunya sangat menarik untuk dikaji oleh para pemerhati hukum, baik lokal maupun nasional. Sebab, jika ini berlaku, maka bisa saja hukuman tersebut nantinya melebihi dari umur seseorang,” urainya.

Ia menambahkan bahwa akan mengkaji dilembaga, apabila ada pelanggaran didalamnya diminta pihak berkompeten untuk melakukan tindakan.

Hal senada dikemukakan Nunung salah seorang pengacara senior. Menurutnya, yang namanya putusan atau hukuman itu satu, sehingga terdakwanya tidak salah menjalani hukuman, sebab jika putusan lebih bisa saja hukumannya bisa dobel dan dinilai melanggar hukum.

Sementara, Wakil Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Aliansi Pemantau Kinerja Aparat Negara (DPP APKAN RI), Ahmadi Pallaki mengatakan, akan mengkaji putusan tersebut, jika terjadi pelanggaran hukum diminta kepada pihak terkait untuk melakukan tindakan hokum, agar tidak terjadi lagi kedepannya. “Kasihan terdakwa doble hukumannya dan ini kurasa ada keganjilan dan permainan, namun apabila tidak terbukti tentunya kita semua yang akan berdosa, termasuk saya,” tegasnya. (Mir) 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *