MAGETAN – Javanewsonline.co.id | Rintik hujan tak menyurutkan antusiasme warga Magetan yang memadati Alun-Alun kota pada Jumat malam, 24 Oktober 2025. Ribuan penonton bertahan hingga dini hari demi menyaksikan pagelaran wayang kulit semalam suntuk dalam rangka Hari Ulang Tahun ke-350 Kabupaten Magetan.
Pertunjukan yang menghadirkan dalang Ki Bayu Aji asal Klaten, Jawa Tengah, itu menampilkan lakon Banjaran Srikandi. Kisah Srikandi dipilih sebagai simbol keberanian dan kepemimpinan perempuan, sekaligus penegasan bahwa nilai-nilai perjuangan dan tanggung jawab tidak mengenal batas gender.
“Srikandi adalah sosok yang berani, tegas, dan memiliki semangat membela kebenaran. Ia menjadi lambang bahwa perempuan pun bisa menjadi penentu arah perjuangan,” ujar Ki Bayu Aji dalam pengantarnya sebelum pertunjukan dimulai.
Pagelaran dimulai pukul 20.00 WIB dan menjadi puncak perayaan hari jadi Magetan tahun ini. Suasana tradisi yang kental berpadu dengan semangat kebersamaan warga yang datang dari berbagai penjuru desa.
Bupati Magetan, Hj. Nanik Endang Rusminiarti, M.Pd., dalam sambutannya menegaskan bahwa peringatan hari jadi bukan sekadar seremoni tahunan, melainkan momentum untuk mengenang jasa para pendiri daerah.
“Pendiri Kabupaten Magetan, Ki Ageng Mageti, telah mewariskan budi pekerti luhur dan semangat pengorbanan yang luar biasa. Ia menyerahkan tanah dan tenaga demi kemakmuran rakyat. Semangat itu harus kita lanjutkan,” tutur Nanik.
Turut hadir dalam acara tersebut antara lain jajaran Forkopimda Kabupaten Magetan, Ketua DPRD Suratno (Kang Ratno) beserta wakil dan anggota DPRD, Anggota DPR RI Fraksi PKS Riyono, serta mantan Bupati Magetan KRA Sumantri Noto Adinagoro.
Asisten I Bidang Perekonomian dan Pembangunan, Winarto, S.Sn., M.M., menyebut pagelaran wayang kulit bukan hanya perayaan budaya, melainkan juga sarana memperkuat solidaritas sosial.
“Tradisi ini adalah aset berharga. Selain sebagai wujud syukur atas usia ke-350 Magetan, wayang kulit juga menjadi media mempererat harmoni di tengah masyarakat,” katanya.
Bagi warga, acara ini memiliki makna spiritual. Tradisi pagelaran wayang dipercaya membawa berkah, menolak bala, dan menjaga keseimbangan alam. “Kami berdoa agar Magetan selalu diberkahi, hasil panen melimpah, dan masyarakat hidup rukun,” ujar Slamet, salah seorang warga yang datang bersama keluarganya.
Pemerintah Kabupaten Magetan berharap kegiatan budaya semacam ini dapat menjadi daya tarik wisata sekaligus sarana edukasi bagi generasi muda. Di tengah derasnya arus hiburan modern, gelaran wayang kulit menjadi pengingat bahwa seni tradisi masih memiliki tempat penting dalam kehidupan masyarakat.
Pagelaran Banjaran Srikandi menutup malam perayaan dengan suasana khidmat dan penuh makna—sebuah refleksi bahwa perjalanan Magetan selama tiga setengah abad tak lepas dari semangat perjuangan, gotong royong, dan kecintaan terhadap budaya sendiri. (rendra)

