Gowa – Javanewsonline.co.id | Aktivitas tambang pasir ilegal di Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, kembali menuai sorotan. Warga setempat mengeluhkan kerusakan lingkungan akibat maraknya galian ilegal yang berlangsung tanpa pengawasan berarti. Foto-foto yang diambil di lokasi Kelurahan Kalaserena pada 4 Oktober 2025 menunjukkan lahan pertanian rusak parah, tanah tergerus, dan ekosistem sekitar makin terancam.

Yang membuat resah warga, keberadaan tambang pasir ilegal ini seolah tak tersentuh hukum. Padahal, di setiap kelurahan terdapat Babinsa dan Bhabinkamtibmas yang mestinya menjalankan fungsi pengawasan. “Kenapa kejahatan lingkungan seperti ini dibiarkan? Apa mereka buta, atau sengaja pura-pura tidak melihat?” kata salah seorang warga kepada media.

Kecurigaan pun muncul. Warga menduga ada oknum aparat yang sengaja “bermain mata” dengan penambang, sehingga aktivitas ilegal itu bisa terus berjalan. “Kalau tidak ada yang melindungi, mustahil bisa beroperasi selama ini,” ujar seorang tokoh pemuda Kalaserena.

Tuntutan keras disuarakan agar aparat dan pemerintah segera turun tangan. Tim media mendesak Kapolres Gowa menindak tegas para penambang ilegal dan menelusuri kemungkinan keterlibatan aparat. Dandim Gowa juga diminta mengevaluasi kinerja Babinsa di lapangan, bahkan memberi sanksi bila terbukti lalai. Pemkab Gowa pun didorong untuk menutup seluruh lokasi tambang ilegal yang merusak lingkungan. “Jangan biarkan para perusak lingkungan ini terus beraksi. Tegakkan hukum seadil-adilnya, selamatkan Gowa!” seru Ahmad, salah satu warga yang turut menyuarakan penolakan.

Namun hingga kini, penegakan hukum belum terlihat. Kanit Tipiter Polres Gowa yang dikonfirmasi hanya menyebut laporan masyarakat akan ditindaklanjuti. “Siap, terima kasih atas laporannya. Nanti kita tindak lanjuti,” katanya singkat. Tetapi hingga berita ini diturunkan, belum ada tindakan nyata di lapangan.

Padahal, landasan hukum sudah jelas. Aktivitas tambang ilegal melanggar UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pelaku bisa dijerat hukuman penjara dan denda miliaran rupiah. “Hukum seberat-beratnya para perusak lingkungan ini. Jangan beri ampun,” tegas seorang aktivis lingkungan di Gowa.

Kerusakan yang ditimbulkan tambang pasir ilegal bukan hanya soal tanah yang tergerus. Lahan pertanian warga terancam kehilangan produktivitas, sistem irigasi rusak, dan daya dukung lingkungan makin melemah. Jika terus dibiarkan, Bontonompo berisiko menghadapi bencana ekologis, mulai dari banjir bandang hingga tanah longsor.

Pemerintah daerah sebenarnya punya kewajiban melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas pertambangan. Namun lemahnya koordinasi antara Pemkab, aparat keamanan, dan penegak hukum membuat tambang ilegal mudah berkembang. “Kami berjanji terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” kata perwakilan media yang melaporkan kasus tersebut.

Sampai kini, Polres Gowa, Kodim Gowa, maupun Pemkab Gowa belum memberikan tanggapan resmi. Publik menanti langkah konkret: apakah aparat akan berani menindak pelaku, atau justru membiarkan praktik tambang ilegal terus berlangsung? (Leo)