Hari Kemerdekaan ke-80 RI menjadi momentum kebebasan bagi 74 narapidana di LP Kelas IIA Padang. Mereka mendapat remisi dan menghirup udara bebas, disambut hangat oleh Wagub Vasko Ruseimy.

Oleh: Syamsurijon, SH

Di balik tembok tinggi yang membatasi dunia, pagi 17 Agustus terasa berbeda. Bukan hanya deru upacara bendera di luar sana, melainkan gema harapan yang menyelimuti Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas IIA Padang. Hari Kemerdekaan ke-80 RI bukan sekadar perayaan, melainkan penantian. Penantian akan nama yang disebut, akan secercah harapan yang datang dari remisi.

Sejak subuh, suasana di dalam LP sudah lain dari biasanya. Warga binaan yang mengenakan seragam biru tua berkumpul di lapangan. Ada yang tampak gelisah, ada yang berdoa dalam diam, ada pula yang sudah pasrah. Mereka semua tahu, hari ini adalah momentum paling dinanti. Sebuah “kado” dari negara untuk mereka yang telah menjalani sebagian masa pidananya dengan baik.

Tahun ini, jumlahnya sungguh besar. Total 4.188 narapidana di LP Padang mendapat remisi atau pengurangan masa hukuman. Namun, ada satu kelompok yang paling mencuri perhatian: 74 orang yang remisi mereka berujung pada kebebasan seutuhnya. Mereka adalah yang sisa masa hukumannya tinggal sedikit, dan akhirnya bisa menghirup udara bebas hari itu juga.

Saat nama-nama itu dibacakan, suasana pecah. Ada tangis haru, ada teriakan sukacita. Beberapa di antaranya tak kuasa menahan air mata, membayangkan pertemuan kembali dengan keluarga yang sudah lama tak mereka peluk. Mereka berlarian, saling merangkul, seolah ingin membagi kebahagiaan yang meluap.

Wakil Gubernur Sumatera Barat, Vasko Ruseimy, hadir langsung di tengah-tengah mereka. Dalam sambutannya, ia tak hanya menyampaikan pesan-pesan formal. Ia berbicara dari hati ke hati, seolah ingin menyentuh setiap jiwa yang ada di sana.

“Ini momentum yang sangat baik. Semoga kalian semua menjadi pribadi yang lebih baik,” ujar Vasko. Matanya menatap satu per satu wajah yang dipenuhi harapan. “Khususnya kepada 74 orang yang langsung bebas hari ini, selamat kembali ke tengah keluarga.”

Pesan itu bukan sekadar kalimat penutup pidato, melainkan sebuah janji. Vasko menyadari betul tantangan yang akan dihadapi para mantan narapidana. Masyarakat masih sering memandang sebelah mata, lapangan pekerjaan sulit didapat. Karena itu, ia menjanjikan upaya dari pemerintah daerah.

“Kami akan melibatkan semua pihak untuk menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya,” tegasnya. Kata “semua pihak” terdengar kuat, menunjukkan komitmen untuk berkolaborasi dengan berbagai stakeholder, dari sektor swasta hingga lembaga swadaya masyarakat. Harapannya, agar para mantan narapidana ini tidak kembali terjerumus, melainkan bisa menata kembali hidupnya dengan mandiri dan bermartabat.

Vasko juga menyoroti masalah pelik yang menjadi momok di LP Padang: narkoba. Hampir 50% penghuni di sana adalah generasi muda yang terjerat kasus ini. Ini bukan hanya masalah hukum, melainkan masalah sosial yang akarnya harus dicabut dari hulu.

Pemerintah Provinsi Sumatera Barat tidak tinggal diam. Vasko menjelaskan, mereka sudah gencar melakukan sosialisasi bahaya narkoba ke sekolah-sekolah. Namun, ia menyadari, pendekatan struktural saja tidak cukup. Dibutuhkan sentuhan budaya.

“Kami melibatkan Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) melalui niniak mamak (pemimpin adat),” ungkapnya. Pendekatan adat dipilih karena memiliki akar kuat di tengah masyarakat Minang. Dengan peran para niniak mamak, pesan moral dan budaya bisa lebih mudah diterima, terutama oleh generasi muda.

Melalui pendekatan ini, Vasko berharap generasi muda tidak hanya menghindari narkoba, tetapi juga diarahkan ke kegiatan-kegiatan positif. Olahraga, seni, dan budaya menjadi kanal untuk mereka menyalurkan energi dan kreativitas. Dengan demikian, mereka bisa memiliki pondasi yang kuat untuk masa depan.

Saat 74 warga binaan itu melangkah keluar gerbang, mereka membawa bukan hanya kebebasan fisik, tetapi juga kesempatan kedua. Remisi pada Hari Kemerdekaan adalah pengingat bahwa negara memberikan kesempatan untuk kembali, untuk memperbaiki diri, dan untuk menjadi bagian yang utuh dari masyarakat. Itulah makna sejati kemerdekaan di balik jeruji besi.