Jakarta – Javanewsonline.co.id | Pernyataan Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi), Meutia Hafidz, yang mengarahkan narasi “wajib” bagi pemerintah daerah untuk bekerja sama dan mendukung Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menuai kritik keras dari kalangan pers.
Pendiri Sekretariat Wartawan Indonesia (SWI), Maryoko Aiko, menyebut pernyataan itu ugal-ugalan dan berpotensi melanggar sejumlah regulasi.
Menurut Maryoko, substansi persoalan bukanlah pada kerja sama dengan PWI sebagai organisasi pers yang sah, melainkan pada pemaksaan yang bersifat diskriminatif terhadap organisasi wartawan lain.
“Tidak ada yang salah dengan kerjasama bersama organisasi wartawan. Tetapi, sebagai pejabat publik apalagi Menteri Komdigi, dia wajib tahu bahwa konstituen Dewan Pers itu tidak hanya PWI. Bahkan di luar Dewan Pers masih banyak asosiasi wartawan mandiri,” kata Maryoko, Sabtu, 4 Oktober 2025.
Maryoko memaparkan setidaknya ada tiga aspek hukum yang berpotensi dilanggar. Pertama, Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Menurutnya, narasi kewajiban tersebut melanggar prinsip kemerdekaan pers. “Prinsip nondiskriminasi dan kebebasan pers bisa tercederai karena pemerintah hanya menunjuk satu organisasi sebagai mitra utama,” ujarnya.
Kedua, aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah. Maryoko menilai kerjasama publikasi sering melibatkan anggaran negara dan seharusnya melalui mekanisme pengadaan terbuka. “Kalau diarahkan hanya ke PWI, ini berpotensi menimbulkan monopoli, penunjukan langsung, dan bahkan penyalahgunaan wewenang. Itu bisa masuk ke ranah Tipikor,” katanya.
Ia mengingatkan risiko penerapan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jika terjadi kerugian negara.
Ketiga, prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Menurut Maryoko, pejabat publik tidak memiliki dasar hukum untuk mewajibkan seluruh lembaga negara bekerja sama hanya dengan satu organisasi. “Asas kepastian hukum, profesionalitas, dan proporsionalitas dilanggar. Kerjasama seharusnya ditentukan oleh kualitas media, bukan karena afiliasi organisasinya,” ujarnya.
Maryoko mendesak Menteri Komdigi segera meralat pernyataan tersebut demi menjaga kepercayaan publik. “Menteri Komdigi tidak memiliki dasar hukum mewajibkan pemda hanya bekerja sama dengan PWI. Jika dipaksakan, kebijakan ini jelas bertentangan dengan UU Pers dan berpotensi melanggar UU Tipikor,” katanya.
Ia berharap pemerintah tetap menjunjung kemerdekaan pers dan membuka ruang setara bagi seluruh organisasi wartawan serta perusahaan media. “Kebijakan publik harus berpihak pada prinsip pers yang bebas, adil, dan profesional. Semoga pernyataan itu segera diluruskan,” pungkas Maryoko. (fah)