Karimun — Javanewsonline.co.id | Kejaksaan Negeri (Kejari) Karimun menetapkan dua orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penerbitan Surat Keterangan Penguasaan Tanah (SKPT) dan Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) di Desa Sugie, Kecamatan Sugie Besar, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau.

Kepala Kejaksaan Negeri Karimun, Denny Wicaksono, menyampaikan bahwa kedua tersangka masing-masing berinisial M dan Dj, telah resmi ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-03/L.10.12/Fd.2/09/2025 tertanggal 24 September 2025. Keduanya langsung ditahan di Rutan Kelas II B Tanjung Balai Karimun untuk 20 hari ke depan, terhitung mulai Rabu, 29 Oktober 2025.
“Penetapan dan penahanan terhadap kedua tersangka dilakukan setelah tim penyidik mendapatkan bukti permulaan yang cukup. Sebelumnya keduanya telah diperiksa sebagai saksi, dan berdasarkan hasil penyidikan, status mereka ditingkatkan menjadi tersangka,” ujar Kajari Denny Wicaksono, didampingi Kasi Pidsus Dedi Simatupang dan Kasi Intel Herlambang, dalam keterangan pers di Kantor Kejari Karimun.

Kedua tersangka dijerat dengan Pasal 9 juncto Pasal 15 juncto Pasal 12 huruf a juncto Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Dalam pemaparan kasus, Kajari menjelaskan bahwa perkara ini bermula pada akhir tahun 2023 ketika seorang investor membutuhkan lahan untuk kegiatan usaha di Desa Sugie. Melihat peluang tersebut, tersangka Dj berinisiatif mengurus Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah (Sporadik) melalui kelompok masyarakat yang dikenalnya.
Namun, karena memiliki hubungan pribadi yang kurang baik dengan Kepala Desa Sugie, tersangka M, upaya Dj sempat terhambat. Untuk melancarkan rencana tersebut, Dj meminta bantuan seorang perantara bernama Salim yang mengenal M agar bersedia menerbitkan surat Sporadik. Dj menjanjikan sejumlah keuntungan kepada M apabila dokumen tersebut berhasil diterbitkan.
“Setelah mendapat iming-iming keuntungan, tersangka M bersedia menandatangani dan menerbitkan Sporadik tanpa melalui proses verifikasi lapangan, pengukuran, dan pencatatan resmi di buku register desa sebagaimana mestinya,” jelas Denny.
Lebih lanjut, hasil penyidikan menunjukkan bahwa nama-nama masyarakat yang tercantum dalam 44 surat Sporadik tersebut sebagian besar tidak pernah menguasai lahan dan bahkan tidak mengetahui lokasi tanah yang disebutkan dalam dokumen. Beberapa di antaranya bahkan menggunakan identitas warga luar Desa Sugie, yang KTP dan KK-nya dipinjam oleh tersangka Dj untuk memperkuat seolah-olah lahan tersebut benar-benar dimiliki oleh mereka.
Ironisnya, sebagian besar lahan yang diterbitkan dalam Sporadik tersebut diketahui merupakan kawasan mangrove lebat, dan di antaranya terindikasi masuk wilayah hutan lindung.
Kajari Denny menegaskan bahwa penahanan terhadap kedua tersangka dilakukan sesuai dengan ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (4) huruf a KUHAP, karena dikhawatirkan mereka dapat melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mempengaruhi saksi.
“Penegakan hukum ini merupakan wujud nyata pelaksanaan perintah harian Jaksa Agung dalam mendukung Asta Cita pemberantasan tindak pidana korupsi yang berorientasi pada kepentingan publik,” tegasnya.
Ia menambahkan, perkara ini diharapkan menjadi momentum pembenahan bagi pemerintah desa dan pemerintah kabupaten dalam memperketat tata kelola administrasi pertanahan, agar setiap proses penerbitan dokumen kepemilikan tanah dilakukan secara transparan, profesional, dan sesuai aturan hukum.
“Kasus ini menjadi pelajaran penting agar ke depan pemerintah desa maupun kabupaten lebih tertib dalam administrasi pertanahan. Selain menjamin kepastian hukum bagi masyarakat, penegakan aturan juga menjaga kelestarian kawasan mangrove dan menciptakan iklim investasi yang sehat di Kabupaten Karimun,” ujar Denny menutup pernyataannya. (Haryono)

