Pelalawan – Javanewsonline.co.id | Kementerian ATR/BPN RI, melalui kolaborasi dengan Kementerian Kehutanan, Kejaksaan Agung, dan Kepolisian RI, terus berupaya memberantas mafia tanah yang menguasai kawasan yang seharusnya dilindungi. Namun, di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, sebuah lahan seluas 1000 hektar di Desa Mamahan Jaya diduga masih dibiarkan tanpa tindakan hukum, meski terletak di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT).
Menurut Peta Kawasan Hutan Provinsi Riau yang tercantum dalam SK 903/MENLHK/SETJEN/PLA2/12/2016, lahan yang terletak di Desa Mamahan Jaya, Kecamatan Langgam, memang termasuk dalam kawasan HPT. Namun, sebagian besar dari kawasan tersebut kini telah beralih fungsi menjadi perkebunan kelapa sawit. Salah satunya terletak pada titik koordinat -0.007478,101.694658.
Saat dikonfirmasi melalui WhatsApp pada Sabtu, 21 Desember 2024, sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengonfirmasi bahwa terdapat lahan seluas 1000 hektar yang kini dikelola sebagai perkebunan kelapa sawit. Pemiliknya disebutkan berlokasi di Pekanbaru, sementara pekerjanya mayoritas berasal dari Desa Mamahan Jaya.
Gerakan Pemuda Peduli Pelalawan, yang dipimpin oleh Joe Kampe, juga menyoroti alih fungsi lahan tersebut. Kampe menilai bahwa kawasan HPT seharusnya diperuntukkan untuk tanaman hutan, dan perusahaan yang mengelola kawasan HPT wajib memiliki izin resmi dari negara. “Pertanyaannya, apakah kelompok yang menguasai lahan 1000 hektar ini memiliki izin resmi?” ujarnya.
Pengamat hukum, Rusdinur SH MH, menegaskan bahwa pihak yang menguasai lahan dalam kawasan hutan, seperti Hutan Produksi Terbatas, dapat dijerat dengan pasal-pasal yang sangat berat. Di antaranya, Pasal 78 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang diubah oleh Pasal 36 angka 17 dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Pelaku juga bisa dikenakan Pasal 92 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta Pasal 40 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024.
Lebih jauh, jika terbukti melanggar, pelaku dapat dikenakan hukuman berat sesuai dengan Pasal 607 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), dengan ancaman pidana penjara hingga 15 tahun dan denda sebesar Rp2 hingga Rp5 miliar.
Di sisi lain, Menteri ATR/BPN RI, Nusron Wahid, dalam video yang dibagikan melalui akun Instagram @kementerian.atrbpn, mengungkapkan komitmennya untuk menuntaskan kasus mafia tanah. Dalam pertemuannya dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Nusron menegaskan bahwa mafia tanah harus dihadapi tanpa toleransi. “Kami akan terus mengejar pelaku hingga ke sumber dana mereka, baik itu uang yang disalurkan ke tempat-tempat tertentu maupun tanah yang dikuasai secara ilegal,” tegas Nusron Wahid.
Kapolri Listyo Sigit Prabowo juga memberikan dukungannya terhadap program pemberantasan mafia tanah dan memastikan bahwa kepolisian akan mendukung upaya yang sesuai dengan kebijakan Presiden untuk menjaga kepastian hukum, terutama dalam sengketa pertanahan yang melibatkan masyarakat.
Dengan komitmen tersebut, diharapkan masalah alih fungsi kawasan HPT ini dapat segera diselesaikan dan para pelaku yang terlibat dalam mafia tanah dapat segera diadili. (Erizal)