Lamongan – Javanewsonline.co.id |  Program Tes Kemampuan Akademik (TKA) untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Lamongan, yang dijadwalkan berlangsung pada April 2026, kini menuai sorotan. Alih-alih menjadi bagian dari upaya peningkatan mutu pendidikan, pelaksanaan TKA di SMPN 1 Sukorame justru diduga dimanfaatkan oknum lembaga sekolah sebagai ajang pungutan liar (pungli).

Tes Kemampuan Akademik sejatinya merupakan bagian dari asesmen nasional yang bersifat tidak wajib dan tidak menentukan kelulusan siswa. TKA hanya berfungsi menghasilkan sertifikat digital yang menjadi salah satu acuan dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) untuk jenjang pendidikan berikutnya. Namun, di lapangan, program tersebut justru dibebani dengan biaya tambahan yang tidak memiliki dasar hukum.

Sejumlah wali murid mengaku diminta membayar uang sebesar Rp500 ribu per siswa. Iuran ini disebut-sebut sebagai “penunjang kegiatan TKA”, dan harus dilunasi sebelum Desember 2025. Pembebanan biaya itu berlaku bagi seluruh siswa kelas 7 hingga 9.

Salah seorang wali murid yang enggan disebut namanya mengungkapkan kepada awak media, dirinya merasa keberatan dengan kebijakan tersebut. “Kami tidak tahu dasar pungutannya apa. Katanya untuk kegiatan TKA, tapi tidak pernah ada surat resmi dari dinas,” ujarnya dengan nada kecewa.

Tim awak media yang menelusuri ke sekolah mencoba mengonfirmasi perihal pungutan tersebut kepada pihak lembaga. Sujetno, selaku wakil kepala sekolah SMPN 1 Sukorame, membenarkan adanya permintaan iuran kepada siswa, namun berdalih bahwa hal itu bukan pungutan melainkan bentuk infaq atau shodaqoh sukarela dari wali murid. “Itu bukan kewajiban, melainkan sumbangan agar pelaksanaan program TKA berjalan lancar,” kata Sujetno ketika ditemui di ruang kerjanya.

Penjelasan itu berbanding terbalik dengan temuan di lapangan. Para orang tua mengaku diberi tenggat waktu pelunasan, dan merasa seolah diwajibkan untuk membayar. Situasi ini memunculkan dugaan kuat adanya penyalahgunaan wewenang di tingkat sekolah.

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Lamongan, Shodikin, ketika dikonfirmasi terkait temuan tersebut menegaskan bahwa program TKA tidak memungut biaya dalam bentuk apa pun. “Tidak ada dasar hukum bagi sekolah untuk menarik uang dari siswa atau wali murid. Seluruh kegiatan TKA sudah ditanggung oleh pemerintah. Jika ada pungutan, itu jelas menyalahi aturan,” ujarnya.

Hal senada disampaikan oleh Kepala Bidang SMP, Nunggal. Ia menambahkan, Dinas Pendidikan tidak pernah mengeluarkan izin bagi sekolah untuk melakukan penarikan dana dari siswa dalam rangka pelaksanaan TKA tahun 2026. “Kami akan menindaklanjuti laporan tersebut dan melakukan klarifikasi langsung ke sekolah yang bersangkutan,” katanya.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMPN 1 Sukorame, Wiwik, belum dapat dimintai keterangan. Beberapa kali dihubungi, yang bersangkutan tidak merespons panggilan maupun pesan konfirmasi dari awak media.

Kasus ini menambah daftar panjang dugaan pungli di lingkungan pendidikan yang kerap berlindung di balik istilah “sumbangan sukarela”. Padahal, praktik semacam ini mencederai prinsip pendidikan gratis yang dijamin pemerintah, sekaligus menodai semangat transparansi dan akuntabilitas publik yang diharapkan dari lembaga pendidikan negeri. (Dev)