Oleh: Dr Drs Adi Suparto MPd SH MH
Pemimpin Redaksi Javanewsonline.co.id
Netralitas Menkomdigi Dipertanyakan
Pernyataan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) terkait posisi organisasi wartawan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) kembali menuai sorotan.
Indikasi keberpihakan pemerintah pada satu organisasi wartawan tertentu membuat netralitas Menkomdigi dipertanyakan.
Padahal, berdasarkan Undang-Undang Pers dan struktur Dewan Pers, stakeholder pers di Indonesia bukan hanya PWI, melainkan terdiri atas beragam organisasi yang diakui secara sah.
Dewan Pers memiliki tiga kategori utama mitra: perusahaan pers, organisasi wartawan, dan organisasi perusahaan pers atau asosiasi media. Ketiga kategori ini mewakili keragaman ekosistem pers di Tanah Air.
Dalam kelompok asosiasi media, terdapat Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI), Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI), hingga Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI).
Di kelompok organisasi wartawan, PWI memang tercatat sebagai salah satu organisasi tertua. Namun, bukan berarti satu-satunya. Ada Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), dan Pewarta Foto Indonesia.
Semua organisasi ini memiliki mandat memperjuangkan profesionalisme dan independensi jurnalis.
Adapun di kategori perusahaan pers, terdapat media massa yang sudah diverifikasi faktual oleh Dewan Pers.
Dalam konteks tersebut, pemerintah tidak boleh gegabah menganggap PWI sebagai satu-satunya representasi wartawan.
Ketika Menkomdigi memberi kesan lebih mengutamakan PWI, maka wajar bila publik mempertanyakan netralitasnya.
Apalagi jika dikaitkan dengan prinsip dasar pers yang independen dan bebas dari intervensi kekuasaan.
Persoalan ini bukan sekadar soal organisasi. Ia menyangkut prinsip dasar demokrasi: bahwa kebebasan pers hanya bisa dijaga bila pemerintah bersikap netral dan memberi ruang setara bagi seluruh stakeholder.
Mengistimewakan satu organisasi wartawan akan merusak ekosistem pers yang plural.
Momentum ini seharusnya dimanfaatkan pemerintah untuk memperkuat posisi Dewan Pers sebagai lembaga independen, bukan malah menambah beban dengan sikap diskriminatif.
Keberagaman organisasi pers adalah kenyataan yang harus diakui. Jika pemerintah masih berpandangan sempit dan menutup mata terhadap pluralitas tersebut, maka yang dipertaruhkan bukan hanya kredibilitas pers, melainkan juga kualitas demokrasi itu sendiri.