Musi Rawas – Javanewsonline.co.id | Rekonstruksi kasus dugaan pengeroyokan dan penganiayaan terhadap Uswatun Hasanah memunculkan tanda tanya. Proses rekonstruksi yang digelar Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Musi Rawas di ruang Reskrim, Senin, 22 September 2025, dinilai korban penuh kejanggalan dan tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Kasus ini berawal dari laporan polisi bernomor LP/B/153/VII/2024/SPKT/POLRES MUSI RAWAS/POLDA SUMATERA SELATAN, atas insiden pengeroyokan pada 8 Juli 2024. Saat itu, korban mengalami luka lecet, memar, dan lebam akibat dugaan penganiayaan yang melibatkan tiga orang terlapor.

Dalam rekonstruksi, penyidik menghadirkan lebih dari sembilan adegan. Dua terlapor, yakni Nuryani dan YN (masih di bawah umur), memperagakan adegan sesuai arahan penyidik. Namun, terlapor lainnya, Fajar Gunawan, menolak untuk memperagakan adegan sehingga perannya digantikan oleh orang lain.

Ketidakhadiran salah satu terlapor dalam reka adegan inilah yang membuat Uswatun Hasanah kecewa. “Hari ini saya merasa sangat kecewa sekali. Rekonstruksi yang disaksikan keluarga dan saksi-saksi terlihat jelas penuh dengan kejanggalan, tidak sesuai dengan fakta sebenarnya,” kata Uswatun kepada wartawan.

Ia mengaku lelah menghadapi proses hukum yang sudah berjalan lebih dari satu tahun tanpa kepastian. “Saya dan suami sudah capek. Kasus ini baru ditindaklanjuti setelah viral di media sosial. Namun pelakunya yang ditetapkan hanya satu orang, YN. Sementara dua terlapor lainnya belum jelas status hukumnya,” ujarnya.

Arif, suami korban, menegaskan bahwa keluarga hanya menuntut keadilan. Ia meminta Polres Musi Rawas mengusut tuntas kasus ini. “Kami hanya ingin pelaku segera diproses sesuai hukum yang berlaku di negara ini,” kata Arif.

Sementara itu, Kanit Pidana Umum Satreskrim Polres Musi Rawas, Ipda Novra Robialda, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan rangkaian rekonstruksi sesuai prosedur. “Serangkaian rekonstruksi sudah kami lakukan, hasilnya nanti akan kami serahkan ke Kejaksaan Negeri Musi Rawas agar bisa segera diproses P-21,” ujarnya.

Novra juga menegaskan bahwa penyidik akan menindaklanjuti setiap keterangan saksi yang diberikan dalam perkara ini. “Apabila dalam kasus ini ada saksi yang memberikan kesaksian palsu, bisa dipidana sesuai ketentuan hukum, dengan ancaman hukuman 1,4 tahun penjara,” katanya.

Kasus dugaan pengeroyokan ini menjadi sorotan publik di Musi Rawas karena berlarut-larut tanpa kejelasan status hukum bagi semua terlapor. Tekanan publik melalui media sosial disebut menjadi salah satu faktor yang mempercepat penanganan perkara. Namun, rekonstruksi yang dianggap tidak transparan justru memunculkan kritik baru.

Sejumlah pengamat hukum lokal menilai transparansi dan konsistensi dalam penegakan hukum menjadi kunci agar kasus ini tidak menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. Sementara keluarga korban masih berharap agar proses hukum berjalan sesuai prinsip keadilan dan tidak ada lagi dugaan pengistimewaan terhadap pihak tertentu. (AE)