Pelalawan – Javanewsonline.co.id | Sidang lanjutan kasus tindak pidana perbuatan melawan hukum (PMH) yang melibatkan PT Mitra Unggul Pusaka (MUP) terkait dengan tuntutan 20% fasilitas pembangunan kebun masyarakat (FPKM) yang diatur dalam Peraturan Menteri Perkebunan No. 18/2021, Peraturan ATR/BPN nomor 18 tahun 2021, dan Permentan 98 tahun 2013 telah digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan pada hari Senin (30/10).
Sidang yang terbuka untuk umum ini dihadiri oleh penggugat yang diwakili oleh Penasehat Hukum Datuk Engku Raja Lela Putra Wan Ahmat bersama Kuasa Hukum dari First Law Office Law Advocate and Law Consultant yang diwakili oleh Samuel Sandi Giardo Purba SH MH dan Nasrullah Umar SH MH. Dari pihak tergugat, PT MUP, dihadiri oleh Kuasa Hukum mereka, yaitu Budi Herman dan Meri Purnama Sari.
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua Elvin Adrian, SH MH dengan anggota lainnya, yaitu Alvin Ramdhan Nur Luis SH MH dan Muhammad Ilham Mirza SH MH.
Agenda utama sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan dari seorang ahli yang dihadirkan dari Universitas Riau, yaitu DR Mexsasai Indra, SH MH, seorang Dosen Fakultas Hukum Universitas Riau yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor UR dan ahli dalam bidang Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara.
Penasehat Hukum Datuk Engku Raja Lela Putra, Samuel Sandi Giardo Purba SH MH, dan Nasrullah Umar SH MH dalam konferensi persnya kepada wartawan menjelaskan bahwa agenda utama sidang hari ini adalah mendengarkan keterangan dari ahli Hukum Tata Negara dan Administrasi Tata Negara.
Salah satu poin penting yang disampaikan oleh ahli dalam sidang tersebut adalah terkait dengan legal standing penggugat. Ahli menjelaskan bahwa dalam Fasilitas Pembangunan Kebun Masyarakat (FPKM), pembicaraan mengenai banyak orang bersifat kumulatif. Namun, ahli menyatakan bahwa penggugat, yang merupakan individu perorangan, memiliki legal standing untuk mengajukan tuntutan terhadap tergugat, yaitu PT Mitra Unggul Pusaka, perusahaan yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan FPKM.
Selain itu, ahli juga membahas masalah pola FPKM, yang dalam Peraturan Menteri Pertanian No.18/2021 dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Dalam tahap persiapan, salah satu poin penting adalah penentuan calon pekebun. Ahli menyatakan bahwa pengguna (PT MUP) tidak memiliki legal standing karena penggugat belum dijadikan calon pekebun oleh Lurah, yang merupakan tahap awal dalam proses tersebut.
Selain itu, ahli juga menjelaskan bahwa masyarakat bersifat pasif dalam proses FPKM dan mereka menunggu sosialisasi yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan. Namun, dalam kasus ini, ahli mencatat bahwa sosialisasi belum dilakukan oleh desa maupun lurah sekitar, yang menjadi bukti bahwa tergugat (PT MUP) belum memenuhi kewajiban tersebut.
Ahli juga memberikan pandangan terkait dengan masa berakhirnya Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan, yang dijadwalkan pada 31 Desember 2023. Ahli menegaskan bahwa Kementerian tidak akan memperpanjang HGU bagi perusahaan yang belum melaksanakan FPKM. Ini menimbulkan pertanyaan apakah Kementerian memiliki kewenangan untuk memperpanjang HGU dalam situasi di mana fasilitas pembangunan kebun masyarakat belum dilaksanakan.
Dalam konferensi pers tersebut, Samuel Sandi Giardo Purba SH MH menyimpulkan bahwa ahli DR Mexsasai Indra SH MH secara tegas menyatakan bahwa Kementerian tidak akan memperpanjang HGU bagi perusahaan yang belum memenuhi kewajiban FPKM. Sidang berlanjut untuk menggali lebih banyak bukti dan argumen terkait dengan kasus ini. (Erizal)