Cilegon – Javanewsonline.co.id | Aktivitas reklamasi di pesisir Pantai Suralaya, Kota Cilegon, Banten, menuai sorotan publik. Proyek reklamasi yang dilakukan oleh PT Merak Bangun Samudra (MBS) di lahan milik perusahaan Wahana Karya Maritim itu disebut-sebut belum mengantongi surat pengawasan dari otoritas pelabuhan setempat.

Ketiadaan dokumen pengawasan dari Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Banten menimbulkan pertanyaan, mengingat syahbandar memiliki peran penting dalam pengawasan kegiatan di wilayah perairan. Fungsi itu meliputi memastikan keselamatan dan keamanan pelayaran, serta perlindungan terhadap lingkungan laut dari aktivitas pengerukan dan reklamasi yang berpotensi merusak ekosistem.

Namun, ketika dikonfirmasi, Kepala KSOP Kelas I Banten, Bharto Ari Raharjo, enggan memberikan tanggapan. Sikap diam otoritas pelabuhan itu memperkuat dugaan bahwa proyek reklamasi di Suralaya berjalan tanpa koordinasi lintas instansi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan kelautan.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Banten, Wawan Gunawan, mengaku tidak mengetahui adanya aktivitas reklamasi di kawasan tersebut. Ia menegaskan bahwa hingga kini pihaknya belum menerima laporan atau permohonan izin lingkungan terkait kegiatan yang dilakukan PT MBS.

“Setahu kami, nggak ada izin reklamasi di sana. Itu kegiatan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri (TUKS) sama docking,” kata Wawan saat dikonfirmasi, Sabtu (1/11/2025).

Di sisi lain, pihak Wahana Karya Maritim sebagai pemilik lahan di titik reklamasi juga memilih bungkam. Saat dihubungi sejumlah wartawan, perwakilan perusahaan, Susi, hanya menjawab singkat. “Silakan hubungi PWI yang sudah ke lapangan,” ujarnya tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.

Sebelumnya, sejumlah nelayan di pesisir Cilegon menyuarakan keluhan atas proyek reklamasi tersebut. Mereka menilai kegiatan penimbunan laut itu telah mengganggu aktivitas melaut dan berpotensi merusak habitat ikan di sekitar Teluk Suralaya. Para nelayan khawatir, reklamasi yang dilakukan tanpa kajian lingkungan dan izin resmi akan berdampak jangka panjang terhadap ekosistem pesisir.

Selain mengancam keberlanjutan sumber daya laut, reklamasi juga dikhawatirkan mempengaruhi jalur pelayaran kapal nelayan. “Kalau laut dangkal dan jalurnya berubah, kami harus melaut lebih jauh. Itu artinya biaya operasional naik,” kata seorang nelayan yang enggan disebut namanya.

Aktivitas reklamasi di Suralaya disebut-sebut dilakukan untuk memperluas area perbaikan kapal milik PT MBS. Namun tanpa adanya kejelasan izin lingkungan dan pengawasan resmi, proyek ini berpotensi melanggar sejumlah ketentuan, termasuk Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Hingga berita ini diturunkan, baik pihak KSOP Kelas I Banten maupun DLH Banten belum memberikan penjelasan resmi. Ketertutupan informasi dari instansi terkait membuat publik bertanya-tanya: apakah reklamasi di pesisir Suralaya ini legal, atau justru menjadi potret lemahnya pengawasan terhadap aktivitas maritim di wilayah industri strategis seperti Cilegon. (R3D)