Oleh: Wahid
Di antara gemerlap kabupaten Bangkalan, terdapat sebuah cerita yang tak tersentuh oleh sinar kemegahan. Itu adalah kisah Jalan Raya Airmata Ibu, di pasar Bunten, Arosbaya. Di sini, dalam keheningan malam, terdengar suara-suara keluhan dari warga yang terhimpit oleh kondisi jalanan yang merana. Sungguh, jalan ini bukan sekadar jalan; ia adalah saksi bisu perjuangan mereka.
Pada suatu hari Minggu yang cerah, matahari bersinar tanpa ampun menyoroti keadaan jalan. Dan di bawah sinar itu, terkuaklah sebuah pemandangan yang mengiris hati. Jalan poros di Kecamatan Arosbaya, yang semestinya menjadi urat nadi kehidupan, kini telah terkoyak-koyak oleh lubang-lubang besar. Mereka menjadi penghuni gelap yang mengancam keselamatan setiap langkah.
Warga Arosbaya, dengan hati yang berat, menaruh harapan pada pemerintah setempat. Mereka menggantungkan impian mereka pada benang harapan, bahwa suatu hari jalan ini akan kembali kokoh seperti semula. “Kondisi jalannya sungguh memilukan. Kami hanya berharap agar segera diperbaiki. Aktivitas kami terhambat karena jalan yang rusak ini,” ujar seorang pengendara motor, suaranya merayap lemah di antara suara keriuhan pasar.
Tetapi, cerita tragis tak berakhir di situ. Kerusakan jalan telah merenggut banyak korban. Mereka yang terjatuh dan terluka, bukan hanya fisik mereka yang terluka, tetapi juga harapan akan masa depan yang terhempas. “Harapan kami hanya satu: perbaikan segera. Jalan ini adalah urat nadi kehidupan bagi kami yang mengangkut hasil bumi dan logistik penting lainnya,” seru seorang pengguna jalan, suaranya bergema di antara keheningan.
Dan dalam gelapnya malam, pertanyaan menggantung di udara: apakah tindakan akan diambil? Haruskah kita menunggu lagi, hingga korban bertambah? Ataukah langkah-langkah proaktif akan diambil, untuk memperbaiki jalan ini sebelum terlambat? Kisah Jalan Raya Airmata Ibu, bukan hanya tentang jalanan rusak; itu adalah tentang keselamatan, harapan, dan tindakan yang harus diambil.