Jepara – Javanewsonline.co.id | Panitia khusus (Pansus) IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jepara, melaksanakan public hearing dari berbagai elemen masyarakat dan menampung berbagai masukan dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jepara, Tahun 2022–2042, yang diadakan di ruang rapat paripurna, Senin (6/6).

Pansus IV dipimpin oleh H Agus Sutisna, Latifun, Padmono Wisnugroho, Sunarto dan Sutrisno, serta Wakil Ketua DPRD Pratikno. Di ruang Fraksi PPP, Ketua Pansus 1V DR H Agus Sutisna SH didampingi H Sunarto SSos, pada Selasa (7/6) menyampaikan, bahwa publik hearing menjadi salah satu unsur yang bisa dilakukan walau tidak diwajibkan. Karena ini  menyangkut Perda Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jepara yang akan berlaku selama 20 tahun.

Hal ini menjadi krusial untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak, baik dari asosiasi, Lembaga, pelaku usaha, LSM, pemerhati  lingkungan,  masyarakat,  buruh, dll, yang mempunyai  kepentingan agar hak-hak nya bisa terakomodir secara proporsional melalui Perda.

“Pembahasan ini sangat objektif dan akuntansi dan bisa dipertanggungjawabkan secara konvensial. Harapan kami, ada masukan dan rekomendasi dari forum yang kami buka untuk umum, walau tidak semua masukan dapat kami tindaklanjuti,” paparnya.

Adapun pembahasan  lanjutan, sambungnya, diantaranya, Kajian Lingkungan  Hidup Strategis (KLHS) yang pernah ada, satu validasi pada tahun 2018 dan akhirnya ada regulasi baru  yang dilakukan secara simultan dan beriringan dengan validasi yang baru dan tidak akan melemahkan substansinya.

KLHS bisa menjadi rujukan dari RTRW dan itu sudah mendominasi dalam Perda Tata Ruang Wilayah, misalnya ruang terbuka hijau yang ramah lingkungan dan bersih, yang terpisah dari ruang umum, seperti zona kawasan pengelolaan limbah, perlindungan terhadap potensi lokal, industri pengolahan, kawasan pemukiman dan persawahan, yang dilindungi atau kawasan tanaman pangan.

Ranperda RTRW mengacu pada regulasi yang lebih tinggi, tidak mengunci atau menutup kesempatan dari pelaku usaha industri lokal dan potensi lokal untuk melakukan kegiatan ekonominya.

“Kami juga melindungi ketentuan persyaratan umum yang diatur dalam Ketentuan Umum Zonasi (KUZ). Didalam KUZ telah diatur batasan batasan, baik Industri, peternakan, pertambangan dan pola ruang yang lain. KUZ dibuat untuk melindungi bagaimana pelaku usaha kecil mempunyai ruang, agar tidak termarjinalkan oleh perusahaan besar,” terangnya.

Terkait permintaan yang muncul dalam Publik Hearing, kajian Kawasan peruntukan industri, kajian kawasan Industri dan kajian tentang pelabuhan di Kecamatan Mlonggo, akan dipaparkan pada Senin (27/6) dan akan disampaikan oleh Kepala Bappeda.

Permintaan kajian yang muncul dalam publik hearing, sudah diminta dari OPD sebelumnya, pada Kamis (19/5). Hal ini dilakukan untuk melengkapi permintaan yang tertuang dalam pasal 37, 38 dan 39, tentang kawasan peruntukan industri dan akan dilengkapi kajiannya.

“Walaupun ini sebetulnya logika yang kurang pas, kenapa Perda yang sudah jadi masih dibahas, ketika kita meminta kajian eksekutif baru disajikan, Ya tidak apa apa, karena itu yang menjadi dasar kami untuk menguatkan. Apakah kami setuju Mlonggo yang diajukan Eksekutif dalam pasal dan ayatnya dan apakah kajian itu yang harus diperbaiki dan dikoreksi berkaitan hal-hal substansi yang ada dalam kajian tersebut, itu yang kami tunggu,” paparnya.

Ketika mereka (OPD) akan membangun peruntukan industri di Mlonggo, sambungnya, Eksekutif harus mempertanggungjawabkan, dan ketika hasil kajian berbasis akademisi ternyata kesimpulan dalam kajian tersebut tidak sesuai dengan yang mereka usulkan dan dituangkan dalam pasal-pasal, maka itu yang menjadi dasar untuk dikoreksi.

Ia mengemukakan, hal itu akan menghindarkannya dari kepentingan perorangan ataupun kelompok. Bilamana ia diminta pertanggungjawaban oleh masyarakat (Publik), kenapa DPRD, Pansus dalam hal ini sebagai kepanjangan tangan dari lembaga dan menyetujui usulan draft tentang kawasan peruntukan industri, jawabannya adalah, Pansus sudah diberikan hasil kajian yang berbasis akademisi.  

Di akhir wawancara, Agus Sutisna menyampaikan, dua (2) kecamatan yang dominan yaitu Kecamatan Mlonggo dan Kembang, dua-duanya seluas hampir 800 hektare. Jika digabungkan keduanya mencapai 1600 hektare, padahal totalnya hanya 2500 untuk seluruh kabupaten.

Industri besar yang ada di Jepara, belum mencapai 100 hektare dan baru 90 hektare yang tersebar dipecangaan, Kalinyamatan dan mayong, sehingga 2500 adalah ruang yang masih terbuka lebar.

“Apakah kedua duanya bisa dijadikan opsi untuk dijadikan potensi kawasan peruntukan industri, kawasan industri dan pelabuhan,  ataukah salah satu harus memilih?. “Apabila salah satu harus memilih, maka nanti akan diputuskan. Dalam penentuan itu, kami bisa mempertanggungjawabkan maka kami meminta kajian,” pungkasnya.

Sidang agenda pembahasan Ranperda RTRW yang berlangsung di Aula Gedung DPRD, pada Selasa (7/6) terlihat sepi, Terlihat Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diwakilkan oleh Kepala Bidang masing-masing dalam pemaparan RTRW tersebut. (Once)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *