OKI (Sumsel) – Javanewsonline.co.id | Beberapa wilayah di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) masih mengalami blank spot area atau tidak terjangkau sinyal, khususnya yang berada di daerah pedalaman dan pesisir.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) OKI terus berupaya agar permasalahan blank spot area ini bisa teratasi, sehingga sinyal telekomunikasi bisa menjangkau seluruh daerah, apalagi di masa pandemi aktivitas belajar mengajar banyak dilakukan secara daring.

Bupati OKI melalui Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, Alexsander Bustomi mengungkapkan bahwa ditahun 2020 lalu ada sebanyak 19 desa berada dititik blank spot, khususnya diwilayah pesisir OKI, padahal disitu sudah dibangun tower telekomunikasi.

“Dari 2020 kita dorong agar provider mau membangun tower dititik-titik blank spot, terutama diwilayah pesisir OKI. Kita bergerilya mendatangi mereka sejak Maret 2020 lalu,” ungkap Alex, Jum’at (5/2).

Hasilnya, terang Alex, menurut data penerbitan IMB ada sebanyak 19 titik Tower telah dibangun provider ditahun 2020, diantaranya di Desa Sungai Somor, Kuala Sungai Jeruju, Kuala Sungai Pasir, Talang Rimba, Kecamatan Cengal, Lebung Gajah Kecamatan Tulung Selapan, serta beberapa titik lain diwilayah daratan, seperti kecamatan Pangkalan lampam, Jejawi, Pampangan, Mesuji Raya dan Sirah Pulau Padang.

Ada beberapa titik sudah berdiri tower dan telah bisa digunakan seperti di Sungai Somor, Talang Rimba, Kuala Sungai Pasir dan Kuala Sungai Jeruju. Sedangkan yang lainnya terkendala operasional, karena provider harus menempatkan alat pemancar, sehingga sinyal GSM/ 4G baru bisa didapatkan.

Hal ini merupakan keputusan mutlak dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berorientasi pada hitung-hitungan bisnis dan Pemda tidak berkewenangan untuk mengintervensi, namun tetap Pemda mengusulkan.

Selain itu tambah Alex, pihaknya juga gencar mengusulkan penuntasan titik tanpa sinyal melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bhakti) Kementrian Komunikasi dan Informatika, yakni sebuah badan yang konsen untuk mengentaskan keterbatasan komunikasi bagi daerah 3 T (Terdepan, Terluar, Tertinggal).

Fasilitasi Infrastuktur Internet Desa Mandiri

Selain upaya inisiatif tersebut, Alex menjelaskan, ada suatu instrumen yang dapat diterapkan oleh para Kepala desa untuk mengatasi kesulitan internet di Desa, salah satunya merujuk pada penyediaan internet desa yang teknologi nya berbeda dengan sinyal seluler, namun bisa mengatasi fungsi komunikasi internet.

“Permendes PDTT NO 13 tahun 2020 pasal 6 ayat 2.a beserta lampirannya menjadi dasar hukum bagi desa, untuk menyelenggarakan internet desa secara mandiri. Diskominfo OKI siap memfasilitasi penyelenggaraan internet desa dengan berbagai provider/ ISP yang ada,” ujar Alex.

Pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII), untuk membuka akses internet di wilayah blank spot lewat program Desa Internet Mandiri. Program ini menyasar desa-desa di luar daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T).

“Kami sudah buka komunikasi dengan APJII, mereka yang paham betul dengan teknologinya. Tahun ini kita akan uji coba di OKI,” ungkapnya.

Teknologi yang digunakan APJII menurut Alex disiapkan untuk menyediakan jaringan internet melalui satelit, lantaran sulit untuk memasang kabel serat optik. “Kalau kita lihat, sekarang setiap desa punya dana desa dan dapat APBD. Nah, ini bisa dialokasikan ke BUMDes untuk membangun infrastruktur internet di desa-desa,” ujarnya.

Menurut Alex, menyediakan infrastruktur seperti program Desa Internet Mandiri adalah tahap awal untuk memperluas transformasi digital hingga desa. “Memang jalannya panjang, kita lakukan secara bertahap mengingat kondisi geografis wilayah kita” tutupnya. (Irwan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *